Jakarta, FORTUNE - Indeks S&P 500 terus melaju di bursa saham Amerika Serikat (AS) dengan ditutup menguat pada Kamis (21/10). Bahkan, indeks yang terdiri dari 500 perusahaan terbesar ini mencatatkan posisi harga tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Investing.com, kemarin indeks S&P ditutup menguat 0,30 persen ke posisi 4.549,78. Posisi harga ini sudah meningkat sebulan terakhir mencapai 3,51 persen.
Bahkan, secara tahunan harga indeks ini juga tumbuh 31,74 persen dari sebelumnya yang hanya 3.453,49. Harga indeks S&P 500 ini saat ini juga sudah melampaui posisi sebelum krisis pandemi, bahkan tertinggi setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Pada saat bersamaan, indeks Wall Street lainnya, yaitu Nasdaq Composite Index, juga menguat 0,62 persen ke posisi 15.215,70. Sedangkan, indeks Dow Jones Industrial Average (DJII) turun 0,02 persen ke posisi 35.603,08.
Mengutip Investopedia, indeks S&P 500 (atau Standard & Poor’s 500) adalah indeks yang mengelompokkan 500 perusahaan AS dengan kapitalisasi pasar terbesar. Indeks ini diperkenalkan pada 1957 serta dibuat oleh Standard & Poor’s 500, perusahaan penyedia data keuangan, peringkat kredit, dan berbagai indeks ekuitas.
S&P 500 ini mewakili 80 persen dari nilai pasar saham AS. Karena mencerminkan hampir semua pasar saham AS, maka indeks ini kerap dianggap bisa menggambarkan kinerja pasar secara keseluruhan. Ada sejumlah perusahaan besar yang tergabung dalam indeks tersebut, antara lain Apple, Microsoft, Amazon, Facebook, Tesla, Nvidia, dan JPMorgan Chase & Co.
Sejumlah sentimen
Sebagaimana diwartakan Market Watch, indeks S&P membukukan rekor penutupan pertama dalam tujuh minggu terakhir lantaran investor mencermati sejumlah sentimen, di antaranya: musim rilis laporan keuangan serta potensi mundurnya pemerintahan AS menaikkan tarif pajak perusahaan.
Pada musim perilisan laporan keuangan, investor terbantu melupakan berbagai sentimen negatif seperti kekhawatiran atas inflasi, kasus Covid-19, dan perekonomian Tiongkok. Pasalnya, berdasarkan data dari Refinitiv yang dikutip Market Watch, dari sekitar 70 perusahaan S&P 500 yang telah merilis kinerja keuangannya, 86 persen di antaranya meraih pendapatan di luar ekspektasi para analis.
Michael Antonelli, ahli strategi pasar dari Baird, mengatakan optimisme saat ini muncul pada pelaku pasar. Investor mulai melihat perbaikan pandemi, ekonomi yang bergerak kuat, dan ekspektasi bahwa inflasi akan terjaga. Hal ini akan membuat saham berkinerja baik pada kuartal keempat tahun ini.
Investor juga memantau perkembangan seputar kenaikan tarik pajak untuk bisnis yang diusulkan pemerintahan Joe Biden. "Gagasan tidak ada kenaikan suku bunga pajak yang signifikan bisa menjadi positif bagi pasar saham," kata Greg Valliere, kepala Strategi Kebijakan AS di AGF Investments, dalam sebuah catatan.
Sebelumnya, rencana kenaikan tarif pajak diusulkan dari 21 persen menjadi 25 persen pada perusahaan di AS. Namun, menurut Greg, kabar itu belum memberikan kemenangan lantaran masih banyak hal kontroversial lain serta pertimbangan mengurangi kesenjangan pendapatan.
Menurut The New York Times, kenaikan S&P juga dipengaruhi kabar stimulus dari pemerintahan Joe Biden senilai US$3 triliun yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kabar mundurnya rencana kenaikan pajak. Pelaku pasar juga optimistis akibat pandemi Covid-19 yang terkendali sehinggga ada prospek kegiatan ekonomi kembali normal.