Jakarta, FORTUNE – Indonesia mengalami era terbaik penawaran umum saham perdana (IPO) meski juga terdampak Covid-19. Menurut laporan Ernst & Young (EY), kinerja IPO Indonesia di Asia Tenggara termasuk menonjol.
Pada 2022, 60 perusahaan melantai di pasar modal Indonesia dan menghimpun dana US$2,2 miliar. Sebagai perbandingan, IPO pada 2021 melibatkan 54 perusahan senilai US$4,7 miliar.
Meski pendanaan IPO 2022 turun ketimbang setahun sebelumnya, kinerja tersebut masih yang teratas di Asia Tenggara. Dari segi jumlah, Indonesia memuncaki pemeringkatan di kawasan, dan dari pendanaan, Indonesia berada di bawah Thailand yang membukukan US$3,1 miliar.
“Pada Q4-2022, Indonesia memulai aktivitas cenderung melambat dengan satu IPO di bulan Oktober,” ujar Strategy and Transactions Partner PT Ernst & Young Indonesia, Sahala Situmorang, dalam rilis pers resmi.
Namun, tambahan sepuluh perusahaan tercatat pada November menghasilkan 30 persen dari total hasil IPO pada 2022, yang sebagian besarnya disebabkan oleh IPO e-commerce BliBli senilai US$510 juta. Lantas, lima IPO lain mengikuti pada Desember, menutup IPO triwulan keempat tahun itu dengan 16 perusahaan.
Proyeksi 2023
EY memperkirakan jumlah IPO pada tahun berkisar 50–60 perusahaan. Tren penawaran umum saham perdana akan dipimpin oleh rencana listing sejumlah badan usaha milik negara (BUMN), serta perusahaan yang berniat menggalang dana pada paruh pertama 2023, dan sebelum pemilihan presiden 2024.
“Beberapa perusahaan mungkin mengambil pendekatan 'wait-and-see' setelah pemilihan umum dan pembentukan pemerintahan baru,” ujarnya.
Sementara itu, pembentukan papan pencatatan baru Bursa Efek Indonesia (BEI)—yang disebut Papan Ekonomi Baru—diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan berbasis teknologi untuk mempertimbangkan IPO. Namun, situasi saat ini diperkirakan merupakan masa sulit bagi startup untuk mencari pendanaan.
"Secara keseluruhan, akan menarik untuk melihat bagaimana hambatan ekonomi global akan memengaruhi aktivitas pencatatan lokal selama tahun 2023,” katanya.
Di tingkat global, usai memecahkan rekor pada 2021, pasar IPO global berbelok tajam ke arah yang berlawanan pada 2022, menurut laporan sama. Tahun lalu total 1.333 IPO mengumpulkan dana US$179,5 miliar, turun masing-masing 45 persen dan 61 persen untuk jumlah penawaran dan perolehan pendanaan ketimbang tahun sebelumnya.
EY menyatakan aktivitas IPO global sepanjang 2022 banyak dipengaruhi oleh peningkatan volatilitas pasar dan kondisi lainnya yang kurang menguntungkan. Di sisi lain, lonjakan inflasi dan suku bunga membuat investor lebih memilih berinvestasi ke aset kurang berisiko, serta menghindari perusahaan yang baru melantai di bursa.
“Terdapat prospek IPO yang cukup kuat pada 2023. Meski aktivitas IPO kemungkinan belum membaik setidaknya hingga kuartal pertama, tetap ada peluang untuk kondisi yang menguntungkan bagi IPO global,” ujar EY Global IPO Leader. Sejumlah sentimen positif yang akan mendukung prospek IPO tahun ini, yakni penurunan inflasi, berakhirnya kenaikan suku bunga, meredanya pandemi, dan memudarnya ketegangan geopolitik.