Jakarta, FORTUNE – Sektor usaha ritel agaknya mulai mengalami perbaikan berarti tahun lalu. Indikasi tersebut terlihat dari kinerja sejumlah emiten ritel—seperti PT Matahari Department Store Tbk dan PT Hero Supermarket Tbk—yang membaik. Dua perseroan itu baru saja mengumumkan laporan kinerja keuangan tahun lalu.
Pada keseluruhan 2021, Matahari, misalnya, berhasil membukukan pendapatan bersih Rp5,59 triliun, atau tumbuh 15,4 persen ketimbang Rp4,84 triliun pada 2020. Secara mendetail, penjualan eceran dan konsinyasi bersih Matahari naik masing-masing 10,1 persen dan 27,9 persen.
Perusahaan berkode saham LPPF itu sukses menangguk laba Rp912,85 miliar. Sebuah pencapaian gemilang usai tekanan rugi Rp873,18 miliar pada 2020.
Namun, laba Matahari belum menyamai posisi sebelum pandemi virus corona. Sebab, pada 2019, keuntungannya Rp1,37 triliun.
Hero Supermarket pada periode sama mencetak pendapatan bersih Rp3,48 triliun. Dengan kata lain, raihan tersebut turun 2,2 persen daripada Rp3,56 triliun pada tahun sebelumnya.
Jika ditilik dari segmen operasinya, pendapatan makanan Hero terkoreksi 19,9 persen menjadi Rp719,75 miliar. Namun, perseroan sanggup meraih kenaikan pendapatan non makanan 3,8 persen menjadi Rp2,76 triliun.
Emiten berkode HERO tersebut mampu memangkas rugi menjadi Rp963,53 miliar dari Rp1,21 triliun pada tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada 2019 kerugian HERO mencapai Rp33,18 miliar.
Pada indikator aset, Matahari beroleh penurunan 7,4 persen menjadi Rp5,85 triliun. Sedangkan, aset Hero mampu meningkat 29,7 persen menjadi Rp6,27 triliun.
Proyeksi kinerja Matahari maupun Hero
Terry O’ Connor, Wakil Presiden Direktur dan CEO Matahari, mengatakan capaian tersebut sejalan dengan pelonggaran pembatasan sosial (yang membantu kondisi pemulihan). Pada saat bersamaan, perusahaan juga melaksanakan sejumlah inisiatif.
Hingga akhir 2021, Matahari mengoperasikan 139 gerai di seluruh Indonesia usai membuka tiga toko baru pada 2021 di sejumlah daerah. Perseroan bertekad kembali membuka minimum 10 gerai pada tahun ini, termasuk gerai signature baru di Taman Anggrek Jakarta dan Plaza Ambarukmo Yogyakarta.
“Puncak Omicron di Jakarta sudah dilewati dan secara nasional telah membaik sehingga memberikan kesempatan perdagangan Lebaran secara penuh. Dengan tingkat kunjungan ke mal berbalik positif pasca Omicron, pakaian untuk travel dan pakaian formal atau acara khusus menjadi lebih relevan. Kebangkitan ritel fesyen di Amerika Serikat, Eropa, dan lainnya masih diharapkan pada 2022,” kata Terry dalam keterangan kepada media, seperti dikutip, Jumat (4/3).
Akan Hal Hero, pengelola jenama IKEA, Guardian, dan Hero supermarket itu masih merugi karena sejumlah faktor, kata Patrik Lindvall, presiden direktur perseroan. Di antaranya kombinasi dari biaya tidak berulang bersih yang timbul akibat dari restrukturisasi Giant serta biaya tambahan terkait pajak yang menyumbang 70 persen dari kerugian.
Pada Mei 2021, Hero memutuskan untuk menutup seluruh operasi bisnis jenama Giant, dan mengalihkannya ke investasi pada merek lainnya. Hal tersebut merupakan respons dalam menghadapi dinamika pasar. Pada semester kedua tahun lalu, perseroan mengubah enam toko Giant menjadi Hero Supermarket dan IKEA membuka toko pertamanya di luar Jawa yaitu Bali.
“Durasi dan luasnya dampak pandemi COVID-19 terhadap Hero masih belum pasti. Namun, Hero optimistis dengan kehati-hatian bahwa kondisi perdagangan akan membaik pada 2022 mengikuti peningkatan kinerja selama paruh kedua 2021. Perseroan tetap berkomitmen terhadap masa depan bisnis ritelnya di Indonesia,” ujar Patrik dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebagai tambahan, Bank Indonesia (BI) sebelumnya merekam pemulihan sektor usaha ritel. Pasalnya, indeks penjualan eceran pada Desember 2021 mencapai 216,3, atau meningkat 13,8 persen ketimbang periode sama tahun lalu. Menurut bank sentral, peningkatan tersebut terutama bersumber dari kelompok makanan, minuman dan tembakau serta bahan bakar kendaraan bermotor (BBM).