Jakarta, FORTUNE – PT Timah Tbk berhasil membukukan perbaikan kinerja yang signifikan. Berdasarkan laporan keuangan yang baru dirilis, BUMN pertambangan timah itu mencetak untung Rp1,30 triliun pada 2021. Padahal, tahun sebelumnya rugi Rp340,60 miliar.
“Melesatnya performa perseroan menjadi sebuah hadiah istimewa di tengah situasi pandemi yang belum berakhir,” kata M. Krisna Syarif, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah, dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (15/3).
Laba perseroan 2021 ini sekaligus memutus tren rugi dalam dua tahun terakhir. Sebab, pada 2019, perusahaan pelat merah ini merugi Rp611,28 miliar.
Pada kasus pendapatan, perusahaan berkode TINS itu sesungguhnya mencetak penurunan 4,0 persen menjadi Rp14,61 triliun. Jika ditilik berdasarkan segmen operasinya, pendapatan pertambangan timah terkoreksi 28,1 persen menjadi Rp17,55 triliun. Begitu juga penghasilan segmen konstruksi dan segmen lainnya menurun masing-masing 12,9 persen dan 30,8 persen.
Meski demikian, TINS meraup kenaikan pendapatan pertambangan batu bara 283,7 persen menjadi Rp468,38 miliar. Belum lagi raihan pendapatan industri yang sebesar Rp1,31 triliun, atau naik 108,8 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Perseroan juga berhasil memangkas sejumlah beban. Beban pokok pendapatan, misalnya, mencapai Rp11,17 triliun, atau turun 20,7 persen. Lalu, beban keuangan juga terkoreksi 43,9 persen menjadi Rp340,67 miliar.
Kas dan setara kas perseroan juga melejit 120,8 persen menjadi Rp1,78 triliun. Sedangkan, asetnya Rp14,69 triliun, atau meningkat 1,2 persen dalam setahun.
Kinerja operasional
BUMN Timah merekam penurunan kinerja operasional. Produksi bijih timah tahun lalu hanya sebesar 24.670 ton SN, atau turun 38 persen dari tahun sebelumnya. Produksi logam timah juga turun 42 persen menjadi 26.465 MTon.
Perseroan pun membukukan penurunan penjualan logam timah 52 persen menjadi 26.602 MTon dari 55.782 MTon pada tahun sebelumnya.
“Melesatnya harga komoditas timah di pasar internasional menjadi sebuah kesempatan istimewa bagi perseroan, karena dengan biaya produksi yang rendah perseroan mampu menjual komoditasnya di harga yang signifikan,” ujarnya.
Krisna Syarif menyatakan perseroan optimistis bahwa pada tahun-tahun berikutnya kinerja akan mampu lebih baik berkat pemanfaatan teknologi penambangan yang berkualitas serta berbiaya rendah.
Pemanfaatan teknologi ausmelt yang akan beroperasi pada semester kedua tahun ini diharapkan mampu menekan biaya produksi pembuatan timah, katanya. Dengan begitu, profitabilitas TINS akan semakin baik di tengah iklim usaha yang kompetitif.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham TINS saat ini mencapai Rp1.565 per lembar. Dalam sebulan terakhir, saham perusahaan ini melaju 13,82 persen. Namun, persentasenya dalam setahun masih turun 11,58 persen dari sebelumnya Rp1.770 per saham.