Jakarta, FORTUNE - Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan imbas percakapan antara Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Berdasarkan Trading Economics, Kamis (13/2) pukul 16:00 WIB, minyak mentah West Texas Intermediate WTI diperdagangkan pada level US$70,027 per barel alias turun 2,11 persen jika dibandingkan dengan Januari lalu.
Dikutip dari Reuters, pelemahan harga minyak ini disebabkan oleh ekspektasi atas adanya kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina, yang akan mengakhiri sanksi yang telah mengganggu arus pasokan.
Analis Mata Uang dan Komoditas, Lukman Leong, mengatakan perhatian investor saat ini memang tertuju pada rencana pembicaraan damai perang di Ukraina. Ekspektasi ini memberikan efek domino, yakni membuat harga minyak anjlok. Sebab, jika terjadi perdamaian, maka Rusia akan mengakhiri sanksi yang selama ini diterapkan, sehingga berpotensi menganggu arus pasokan.
"Trump mengusulkan bahwa Ukraina tidak akan mengejar keanggotaan di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)," kata Lukman kepada Fortune Indonesia, Rabu (13/2).
Ditambah lagi, data stok minyak mentah AS dikabarkan kembali bertambah dan lebih besar dari perkiraan. Ini adalah penambahan dalam tiga minggu berturut-turut, dan hal ini akan ikut menekan harga minyak mentah.
Reuters melansir persediaan minyak mentah naik 4,1 juta barel menjadi 427,9 juta barel dalam minggu yang berakhir pada 7 Februari 2025. Angka tersebut melampaui ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk kenaikan sebesar 3 juta barel.
Pengamat Komoditas dan Forex, Ibrahim Assuabi, mengatakan pembicaran antara Putin dan Trump membahas tentang perdamaian di Rusia dan Ukraina.
"Dengan Trump menarik diri akan membuat Ukraina kalah perang, sehingga kemungkinan bisa terjadi perdamaian," kata Ibrahim kepada Fortune Indonesia, Rabu (13/2).
Kondisi sekarang menunjukkan Cina sebagai importir terbesar masih belum stabil. Biasanya, negara tersebut mengimpor minyak mentah sebesar 20 juta barel per hari, namun sekarang masih berada pada kisaran 11 juta barel per hari. Ibrahim mengatakan penurunan impor signifikan ini membuat harga minyak menjadi anjlok.
Lukman memperkirakan harga minyak masih dalam tren penurunan. Menurutnya, harga minyak bisa turun ke level US$65 pada semester I-2025. Ia pun memandang hampir tidak ada yang bisa mendukung harga minyak sampai periode tersebut.