Harga Minyak Melonjak Setelah AS Berlakukan Sanksi ke Kapal Rusia

Proyeksinya lonjakan tidak akan bertahan lama.

Harga Minyak Melonjak Setelah AS Berlakukan Sanksi ke Kapal Rusia
Ilustrasi pabrik minyak (unsplash/Andre robillard)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Harga minyak mencapai level tertinggi dalam empat bulan terakhir, dengan WTI naik 1,42% dan Brent naik 1,03% dalam sehari.
  • Amerika Serikat memperluas sanksi terhadap entitas yang berkaitan dengan perdagangan minyak Rusia, membuat harga minyak melonjak karena kekhawatiran pasokan terganggu.
  • Kendati lonjakan harga minyak diperkirakan bersifat sementara, IEA memproyeksikan peningkatan produksi Amerika Utara dan pelemahan permintaan Cina dapat membatasi kenaikan harga.

Jakarta, FORTUNE - Harga komoditas minyak mengalami kenaikan dan menyentuh level tertinggi dalam empat bulan terakhir.

Berdasarkan Trading Economics, Senin (13/1), pukul 14:52 WIB, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan pada US$77,66 per barel, atau naik 1,42 persen dalam 24 jam terakhir.

Sementara dalam sebulan terakhir, komoditas tersebut menguat 10,23 persen.

Di sisi lain, minyak mentah Brent diperdagangkan pada US$80,56 per barel atau mengalami kenaikan 1,03 persen dalam sehari, dan meningkat 8,94 persen dalam sebulan terakhir.

Analis mata uang dan komoditas, Lukman Leong, mengatakan lonjakan ini terjadi utamanya karena Amerika Serikat memperluas sanksi terhadap entitas yang berkaitan dengan perdagangan minyak Rusia.

Pada Jumat lalu (13/1), AS memberlakukan sanksi kepada sejumlah kapal minyak Rusia. Sanksi tersebut menargetkan lebih dari 200 entitas kapal maupun tanker dan individu mencakup traders, perusahaan asuransi, serta ratusan kapal tanker minyak. Pembatasan ini secara signifikan membuat harga minyak melejit karena ada kekhawatiran menganggu pasokan.

Dikutip dari Reuters, Goldman Sachs memperkirakan bahwa kapal-kapal yang menjadi sasaran sanksi baru tersebut mengangkut 1,7 juta barel minyak per hari (bpd) pada 2024, atau 25 persen dari ekspor Rusia.

Kendati demikian, menurut Lukman, lonjakan harga minyak ini diperkirakan hanya bersifat sementara, karena negara importir sebisa mungkin akan mencari jalan keluarnya.

"Terlebih apabila memang terjadi kekurangan pasokan, maka OPEC+ akan siap kembali menaikkan produksi," katanya kepada Fortune Indonesia, Senin (13/1).

Untuk prospek ke depannya, Lukman memperkirakan harga komoditas minyak ini masih sulit untuk naik lebih tinggi. Pasalnya, International Energy Agency (IEA) memproyeksikan akan terjadi peningkatan produksi dari Amerika Utara, dan pada saat bersamaan terjadi pelemahan permintaan Cina yang disebabkan oleh elektrifikasi kendaraan dan perekonomian Cina yang belum optimal.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Berapa Harga 1 Lot Saham BBRI? Ini Rincian dan Kinerjanya
Profil Pemilik Kopi Tuku, Rintis Usaha dari Tugas Kuliah
4 Sosok Konglomerat Pengendali Saham CBDK usai Debut IPO
10 Merek Mobil Paling Laris Selama 2024, Ada Pendatang Baru
Layanan Marketplace Bukalapak Tutup, Dampak dari Predatory Pricing
10 Rekomendasi Bank untuk Menabung, Apa Saja?