Dilema Arah Kebijakan Moneter BI, Turunkan Atau Pertahankan Bunga?

Bunga acuan BI diprediksi pada level 5,50 di akhir 2024.

Dilema Arah Kebijakan Moneter BI, Turunkan Atau Pertahankan Bunga?
Ilustrasi Bank Indonesia dalam Uang/Shutterstock E.S Nugraha
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Bank Indonesia (BI) menghadapi dilema menentukan suku bunga acuan, ingin menurunkan untuk dukung pertumbuhan ekonomi, tapi khawatir keluarnya modal asing dan tekanan global.
  • Bunga acuan BI diprediksi turun hingga 5,50-5,75% akhir 2024, memperpanjang insentif makroprudensial, memberikan insentif pinjaman di sektor-sektor potensial lapangan kerja.
  • Pertumbuhan ekonomi RI melambat menjadi 4,95%, potensi penurunan bunga acuan BI besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya beli yang melemah.

Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) bakal menghadapi dilema dalam menentukan kebijakan Suku Bunga Acuan pada dua bulan terakhir tahun 2024 untuk menurunkan atau mempertahankan suku bunga acuan 6,00 persen. 

Bagai buah simalakama, BI ingin menurunkan suku bunga acuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang menghadapi tekanan dari pelemahan daya beli hingga mengikuti tren suku bunga global. 

"Namun demikian,  penurunan suku bunga dapat memicu keluarnya modal asing, mengingat kondisi global yang bergejolak dan tren dolar AS yang kuat," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Fortune Indonesia, (5/11). 

Apalagi, Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (Fed) diprediksi masih akan memangkas bunga acuan 25 basis poin (bps) untuk mengantisipasi Pilpres pada pekan depan. 

Seperti diketahui, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada bulan Oktober 2024, bank sentral RI ini mempertahankan suku bunga acuan di level 6,00 persen setelah sebelumnya melakukan penurunan sebesar 25 bps pada bulan September. 

Josua menyatakan, BI memilih untuk berhati-hati dalam Kebijakan Moneter, terutama mempertimbangkan risiko geopolitik yang meningkat, naiknya imbal hasil obligasi AS, dan penguatan dolar AS. 

"Fokus utama BI adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, meskipun dukungan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga tetap menjadi prioritas," kata Josua. 

Bunga acuan BI diprediksi pada level 5,50 di akhir 2024

Ilustrasi Bank Indonesia/ Shutterstock Harismoyo

Dalam konteks mendongkrak daya beli, BI dinilai telah mengambil langkah untuk memperpanjang insentif makroprudensial dan mengoptimalkan lelang Surat Berharga Rupiah Indonesia (SRBI). BI juga memberikan insentif pinjaman di sektor-sektor yang berpotensi meningkatkan lapangan kerja, seperti pertanian, manufaktur, perdagangan grosir, dan segmen mikro mulai Januari 2025. 

Untuk itu, Josua memprediksi BI akan menurunkan suku bunga acuan lagi hingga mencapai level 5,50 persen hingga 5,75 persen pada akhir 2024, jika kondisi domestik dan global mendukung. 

"BI diperkirakan akan menunggu langkah kebijakan the Fed terutama asesmen Fed pasca pemilu AS yang berpotensi mempengaruhi arah kebijakan moneter AS kedepannya. Jika dengan skenario kemenangan Trump yang berpotensi mendorong peningkatan fiskal defisit dan inflasi domestik AS," jelas Josua.

Pertumbuhan ekonomi RI melambat jadi 4,95%

Ilustrasi perdagangan internasional (Pexels/@Julius Silver)

Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri telah mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 mencapai 4,95 persen secara tahunan (yoy), pertumbuhan ini melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal II-2024 yang 5,05 persen. 

Ekonom sekaligus Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto mengatakan, potensi penurunan bunga acuan BI masih besar. 

"Sehingga nanti mungkin dugaan saya sampai akhir tahun ya mungkin di 5,75 persen ya BI rate ini, karena kita membutuhkan ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ya, karena daya beli juga memang melemah," kata Eko. 

Ia menambahkan, pada kuartal keempat khususnya menjelang natal dan tahun baru, ekonomi nasional memerlulan booster untuk semakin mendongkrak ekonomi. Salah satunya ialah melalui pemangkasan bunga acuan. 

"Itu perlu booster ya, salah satunya dari sisi moneter memang perlu at least mungkin sekali sampai akhir tahun untuk mendorong sektor rill. Kalau kita lihat juga consideranya kalau inflasi juga kecenderungannya justru rendah ya, di bawah 2 persen bahkan sekarang memang ada sedikit gejolak di nilai tukar Rupiah," jelas Eko.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina