Jakarta,FORTUNE - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank terus mendukung kegiatan ekspor nasional. Kali ini, LPEI mendorong ekspor rumput laut melalui peresmian Program Desa Devisa Rumput Laut pertama di Indonesia yang berada di Desa Kupang, Sidoarjo, Jawa Timur .
Ketersediaan bahan baku rumput laut Indonesia sangat berpotensi memenuhi kebutuhan produk olahan rumput laut bagi beragam industri di dunia, baik pangan maupun non-pangan.
“LPEI menyiapkan program yang terintegrasi dan terpadu untuk membangun dan meningkatkan kapasitas (capacity building) para petani rumput laut, anggota dan pengurus Koperasi Sumber Mulyo," kata Direktur Pelaksana II LPEI/Indonesia Eximbank, Maqin U. Norhadi melalui keterangan resminya di Jakarta, Senin (20/12).
Program desa devisa rumput laut ini berlokasi di Koperasi Sumber Mulyo 5758, Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Di mana desa devisa ini mejadi desa devisa ke-27 yang dibina dan diresmikan LPEI. Dengan demikian sudah sebanyak 2.894 orang petani/penenun/pengrajin yang menerima manfaat dari Program Desa Devisa.
Desa kupang mampu produksi 10.113 ton rumput laut
Tercatat, desa kupang mampu memproduksi rata-rata rumput laut mencapai 10.113 ton per tahun atau 1,4 persen dari total produksi rumput laut di Jawa Timur.
Desa Kupang yang menghasilkan rumput laut, ikan bandeng dan udang ini memiliki komoditas rumput laut merah Gracilaria Sp. sebagai komoditas unggulan desa. Rumput laut merah diketahui memiliki manfaat sebagai pengental dan pembuatan gel untuk produksi agar-agar, kolagen, karagenan dan alginat bagi sektor industri / sektor makanan minuman.
Wilayah yang strategis dengan mempertimbangkan aspek geografis, iklim tropik dan terletak di perairan dangkal, menjadikan budidaya rumput laut ini sebagai komoditas primadona bagi masyarakat setempat.
Anggota koperasi Sumber Mulyo mampu memproduksi 4.800 ton rumput laut
Maqin juga mengungkapkan, pada tahun 2020 hasil produksi dari anggota koperasi Sumber Mulyo 5758 telah mencapai 4.800 ton. Dengan kata lain, rata-rata produksi dari setiap anggota koperasi mencapai 6,8 ton pertahunnya.
"Dengan mengikuti Program Desa Devisa LPEI, maka sebanyak 59 petani rumput laut akan mampu meningkatkan produksi dan siap menjadi eksportir rumput laut secara mandiri dalam satu tahun mendatang," katanya.
Saat ini produk yang dijual koperasi berupa rumput laut yang dikeringkan untuk memenuhi pesanan buyer/ perusahaan-perusahan lokal namun diantaranya ada buyer yang telah melakukan ekspor (pemasok untuk eksportir). Rumput laut tersebut akan diolah menjadi tepung dan di ekspor ke negara kawasan Eropa dan Asia Timur.
Nilai ekspor industri pengolahan rumput laut capai US$96,19 juta
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat nilai ekspor industri pengolahan rumput laut mencapai US$96,19 juta atau setara Rp1,38 triliun pada 2020. Nilai tersebut berasal dari raihan 26.611 ton pada tahun 2020.
“Produk olahan rumput laut dari Indonesia dapat dibagi menjadi dua jenis, agar-agar dan karaginan,” jelas Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin, Supriadi melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa (2/11).
Secara global, saat ini Indonesia menempati posisi ke-7 untuk negara eksportir agar-agar dan peringkat ke-6 sebagai negara eksportir karaginan. Di sisi lain, secara volume ekspor, Indonesia merupakan negara eksportir terbesar untuk komoditas rumput laut kering.
“Pada tahun 2019, nilai ekspor olahan rumput laut sekitar 49,75 persen dari nilai ekspor rumput laut kering, dengan produk olahan utama untuk diekspor, yaitu karaginan. Persentase tersebut meningkat menjadi 53,79 persen pada tahun 2020, meskipun di tengah dampak pandemi Covid-19,” ungkap Supriadi.