Jakarta, FORTUNE - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan salah satu calon emiten lighthouse (perusahaan mercusuar) di antrean IPO (Initial Public Company) berasal dari sektor kesehatan.
IPO pusahaan mercusuar sendiri mengacu pada aksi pencatatan saham perdana perusahaan-perusahaan dengan kapitalisasi pasar jumbo. BEI menargetkan lebih dari tiga IPO emiten tipe mercusuar di 2024.
Selain sektor kesehatan, sudah ada calon emiten tiper mercusuar dari sektor lainnya pula dalam antrean IPO selama sisa waktu di tahun ini. "Kalau industri, salah satunya industri yang berhubungan dengan energi," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, Senin (11/11) di Gedung BEI.
Apakah calon emiten yang dimaksud adalah anak usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), Adaro Andalan Indonesia? Nyoman enggan memperincinya, karena belum dapat mengungkapkan nama-nama perusahaan dengan IPO jumbo yang akan melantai di bursa pada kuartal terakhir 2024 ini.
Ia berujar, "Adaro Andalan [ini] saya sampaikan, kalau nama tentu kan tidak boleh kami sampaikan, tapi silakan saja kalau Adaro [induk usaha Adaro Andalan] sudah menyebut."
Sebelumnya, ADRO telah meminta persetujuan pemegang saham soal rencana spin-off Adaro Andalan Indonesia (AAI) melalui PUPS (Penawaran Umum oleh Pemegang Saham) dengan menjual 7.008.202.240 saham anak usahanya itu.
"PUPS akan dilaksanakan secara bersamaan atau berkesinambungan dengan proses penawaran umum perdana saham AAI, di mana segera setelah penawaran umum perdana itu, kepemilikan saham perseroan pada AAI diperkirakan akan terdilusi menjadi 90 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor AAI," demikian catatan ADRO dalam keterbukaan informasinya.
Antrean IPO di BEI
Per 8 November 2024, terdapat 29 calon perusahaan terbuka yang mengantre untuk IPO saham di BEI. 17 di antaranya adalah perusahaan dengan aset berskala besar (di atas Rp250 miliar), 10 beraset skala menengah (antara Rp50 miliar dan Rp250 miliar), dan 2 lainnya beraset skala kecil (di bawah Rp50 miliar).
Mayoritas calon emiten itu datang dari sektor consumer non-cyclicals dan energi (masing-masing 17,2 persen). Lalu disusul oleh sektor basic materials, financials, healthcare, industrials, dan properties & real estate (masing-masing 10,3 persen). Sementara itu, ada sektor consumer cyclicals (6,9 persen); infrastruktur serta transportasi dan logistik (masing-masing 3,4 persen).