Jakarta, FORTUNE - PT Adaro Energy Indonesia Tbk dan sahamnya, ADRO, merupakan salah satu raksasa dari sektor batu bara di Tanah Air. Di balik kejayaannya saat ini, tahukah Anda jika Adaro bermula dari terguncangnya minyak global pada 1970-an?
Saat itu, pemerintah merombak aturan energi dari yang awalnya bergantung pada minyak dan gas. Batu bara disertakan jadi salah satu sumber energi domestik.
Seiring berjalannya waktu, permintaan atas batu bara pun meningkat. Hingga tepatnya pada 1976, Departemen Pertambangan mengelompokkan Kalimantan Selatan dan Timur jadi delapan blok batu bara. Tender pun dibuka.
Blok 8 menarik minat perusahaan pelat merah Spanyol, Enadimsa, yang mengincar area Tanjung, Kalimantan Selatan. Selain perusahaan itu, tak ada lagi yang mengajukan penawaran. Sebab, waktu itu lokasi dinilai sangat jauh, kualitas batu baranya pun rendah. Itu-lah awal mula berdirinya Adaro.
Alasan dinamai Adaro
Enadimsa menamai perusahaan batu baranya dengan ‘Adaro’, guna hormati keluarga Adaro, yang perannya signifikan di penambangan Spanyol di beberapa abad. Dari situ, muncul PT Adaro Indonesia.
Penandatanganan perjanjian kerja sama batu bara Adaro Indonesia berlangsung pada 2 November 1982. Lalu, pada 1983 sampai dengan 1989, Enadimsa tengah mengeksplorasi area perjanjian itu, saat konsorsium membeli 80 persen kepemilikan Adaro Indonesia dari Enadimsa. Adapun, konsorsium itu terdiri dari perusahaan Indonesia dan Australia.
Penambangan pertama Adaro
Pada awal 1990-an, Adaro masih fokus studi kelayakan sebagai fondasi pembangunan. Satu hal yang penting: pemilihan rute transportasi angkutan batu bara. Maka, perusahaan memutuskan membangun jalur angku sepanjang 80 km di barat Sungai Barito.
Produksi batu bara pun berjalan di tambang Paringin ketimbang tambang Tutupan. Percepatan pengembangan pun dilakukan. Salah satunya, dengan menghimpun dana pada Mei 1990. Perusahaan menjajaki fasilitas kredit ke bank, sejumlah US$28 juta. Sayang, mereka ditolak. Sebab, saat itu, batu bara sub-bituminus Adaro belum punya pasar internasional dengan volume signifikan. Pasar domestik pun belum terlalu besar.
Pada akhirnya, para pemegang saham yang mengucurkan dana pembangunan senilai US$20 juta bersuku finansial komersial. Syaratnya, kebutuhan dana lebih berasal dari arus kas operasional.
Pembangunan berjalan setahun. Sampai akhirnya, Pit Paringin Adaro beroperasi pada Maret 1991. Tapi, pembukaan resmi baru berlangsung pada Agustus 1991.
Itu-lah sedikit profil dan cerita berdirinya Adaro Energy Indonesia. Sampai akhirnya, kini ADRO termasuk salah satu emiten dengan saham berkapitalisasi terbesar di bursa. Sejak melantai ke pasar modal, saham ADRO sendiri sudah meroket 137,20 persen dari level awalnya.