Jakarta, FORTUNE - Kripto yang bertumbuh signifikan tak lantas menyenangkan semua pihak. Dana Moneter Internasional (IMF) justru khawatir melesatnya aset digital itu akan mengarah pada ketidakstabilan keuangan, penipuan konsumen, hingga pendanaan terorisme.
Melansir The Guardian, Senin (4/10), IMF menyebut pertumbuhan 10 kali lipat dalam nilai pasar aset kripto hingga melampaui US$2 triliun sejak awal 2020 memerlukan pengawasan lebih aktif dan kolaboratif dari regulator dunia. Mengapa?
Dalam satu bab di Laporan Stabilitas Keuangan Global, IMF menulis, “banyak dari aset kripto baru tak memiliki tata kelola dan praktik risiko yang kuat.”
Penulis bab itu, Dimitris Drakopoulos, Fabio Nataluci, dan Evan Papageorgiou, menilai bahwa pertukaran kripto dihadapkan oleh gangguan signifikan selama periode turbulensi pasar seperti kasus pencurian dana pelanggan terkait peretasan. Contohnya, dugaan kasus pencurian terhadap 6.000 pelanggan Coinbase Global pada Jumat (1/10).
“Sejauh ini, insiden seperti itu belum berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan. Namun, karena aset kripto jadi lebih utama, implikasi potensialnya bagi ekonomi yang lebih luas akan meningkat,” kata Drakopoulos dkk. dalam unggahan blog IMF.
Oleh karena itu, IMF menilai, regulasi yang ketat terhadap kripto dibutuhkan. “Sebagai langkah pertama, regulator dan pengawas harus dapat memantau perkembangan pesat dalam ekosistem kripto dan risiko yang mereka ciptakan dengan mengatasi kesenjangan data dengan cepat,” papar IMF.
Sebelum IMF mengumandangkan seruan regulasi ketat terhadap kripto, sejumlah negara sudah lebih dulu mencanangkan aturan khusus kripto. Berikut rincian mengenai cara masing-masing negara mengatur kripto, dikutip dari Investopedia, Senin (4/10).
1. Kanada
Secara umum, pemerintah Kanada bersifat proaktif terhadap kripto dengan menjadi negara pertama yang mengizinkan perdagangan Bitcoin ETF (Exchange-traded Fund) pada Februari 2021. Kemudian, CSA (Canadian Securities Administrators) dan IIROC (Investment Industry Regulatory Organization of Canada) mengharuskan platform dan dealer perdagangan kripto mendaftarkan diri ke regulator provinsi.
Selain itu, Kanada juga menggolongkan perusahaan investasi kripto sebagai bisnis layanan uang sehingga wajib terdaftar di Pusat Analisis Transaksi dan Laporan Keuangan Kanada (FINTRAC). Dari sisi pajak, kripto di Kanada diperlakukan sama seperti komoditas lain.
2. Britania Raya
Britania Raya mengategorikan kripto sebagai properti, bukan sebagai alat pembayaran yang sah. Selain itu, bursa perdagangan kripto setempat harus terdaftar di Financial Conduct Authority (FCA) dan tak boleh menawarkan perdagangan kripto derivatif.
Investor wajib membayarkan pajak capital gain atas keuntungan perdagangan kripto. Namun secara lebih luas, nilai pengenaan pajak akan bergantung pada aktivitas kripto yang dilakukan dan pihak yang terllibat dalam transaksi.
3. Jepang
Negeri Sakura memilih pendekatan progresif terhadap kripto, dengan mengakuinya sebagai aset legal di bawah undang-undang (UU). Akan tetapi, bursa pertukaran kripto di sana wajib mendaftar ke Financial Service Agency (FSA) dan mematuhi kewajiban AML (Anti Money Laundering)/CFT (Combating the Financing of Terrorism).
Mengenai pajak, Jepang mengenakan keuntungan atas kripto sebagai pendapatan lain-lain, serta pajak investor.
4. Singapura
Sama seperti Inggris, Singapura menganggap kripto sebagai aset, bukan alat pembayaran. Otoritas Moneter Singapura (MAS) melisensikan dan mengatur pertukaran kripto dalam UU PSA (Payment Services Act).
Negeri Singa menyabet gelar ‘tempat berindung kripto’ karena keuntungan modal jangka panjang yang tak kena pajak. Akan tetapi, negara itu rutin mengenakan pajak ke perusahaan yang bertransaksi dalam mata uang kripto secara teratur, mengategorikan keuntungan sebagai pendapatan.
5. Korea Selatan
Negara dengan julukan Negeri Ginseng ini tak melegalkan kripto sebagai aset finansial ataupun tender. Oleh karena itu, transaksi mata uang digital itu tak kena pajak capital gain.
South Korean Financial Supervisory Service (FSS) mengawasi regulasi pertukaran kripto dengan aturan ketat terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme. Per September 2021, bursa pertukaran kripto dan layanan aset virtual lain wajib mendaftarkan diri ke Unit Intelijen Keuangan Korea (KFIU), salah satu divisi Komisi Layanan Keuangan (FSC).