Jakarta, FORTUNE - Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BBRI kembali menguat 0,91 persen ke 4.440 pada penutupan perdagangan, Selasa (8/2). Kenaikan ini memperpanjang reli saham perusahaan perbankan pelat merah tersebut dalam tiga hari terakhir.
Mengacu pada data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), saham emiten perbankan itu telah menguat 7,77 persen atau naik 320 poin dari Rp4.120 pada Rabu (2/2) menjadi Rp4.450 di akhir sesi dagang hari ini.
Investor asing pun memburu BBRI beberapa hari terakhir, membuat nilai pemberian bersih emiten ini melampaui Rp2,2 triliun selama Februari.
Lantas, bagaimana prospek kinerja BBRI pada 2022 menurut pandangan analis?
Keberlanjutan pertumbuhan BBRI
BRI membukukan laba bersih sebesar Rp30,7 triliun sepanjang 2021, tumbuh di atas konsensus analis. Kenaikan ini terdorong oleh ekspansi NIM (net interest margin) sebesar 80 bps menjadi 7,7 persen seiring lini bisnis pembiayaan mikro, Pegadaian, dan PNM. Tak hanya itu, pertumbuhan kredit BRI mencapai 2,2 persen (yoy) yang disokong kredit mikro yang naik 13 persen (yoy).
Sepanjang 2021, BRI mengeksekusi banyak aksi korporasi; membuatnya menjadi titik balik utama BBRI. Sebut saja pendirian Bank Syariah Indonesia lewat konsolidasi BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri. Kemitraan BRI Life dengan FWD Insurance, peningkatan modal ekuitas senilai Rp96 triliun, hingga pembentukan ultra-micro holding lewat akuisisi Pegadaian dan PNM.
“Kami percaya kolaborasi dan konsolidasi bisnis akan mempercepat pertumbuhan pendapatan,” kata Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Handiman Soetoyo dalam risetnya, dikutip Selasa (8/2).
Tahun ini, BRI menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 9–11 persen dan NIM 7,6–7,8 persen. Analis BRI Danareksa Sekuritas, Eka Savitri menilai, itu seharusnya bisa diwujudkan karena adanya dampak konsolidasi Pegadaian dan PNM.
Senada, Analis Mirae Sekuritas pun mengaku optimistis pertumbuhan kredit BRI akan kian menanjak—begitu pula dengan kualitas aset. Beberapa hal akan mendorong kinerja BRI, seperti kenaikan mobilitas yang menyokong permintaan lokal dan lonjakan harga komoditas yang mengakselerasi ekspor.
Handiman dan timnya menulis, “Kami memperkirakan pertumbuhan pinjaman 13 persen pada 2022, lebih tinggi dari panduan BBRI senilai 9–11 persen.”
Mirae Asset memproyeksikan pertumbuhan NII (net interest income) yang kuat, mencapai 18,5 persen pada tahun ini. Pendorongnya dua faktor: aset yang lebih tinggi dan biaya dana (cost of fund) yang lebih rendah.
Selain itu, pertumbuhan kredit mikro BBRI diprediksi akan mengalami percepatan karena kuota KUR yang lebih tinggi dari Rp195 triliun (2021) menjadi Rp260 triliun pada 2022 atau bertumbuh 33,4 persen (yoy).
Pada 2022, Handiman dan tim merevisi perkiraan pertumbuhan laba BBRI menjadi 12,2 persen. Berdasarkan target Price to Book (P/B) 2,5x, Mirae Asset Sekuritas mengulangi rekomendasi Beli untuk BBRI, dengan target price lebih tinggi dari Rp5.450.
Meski begitu, masih ada beberapa risiko membayangi pertumbuhan bisnis BRI, yaitu meningkatnya kasus Covid-19 yang mengakibatkan pembatasan mobilitas, pertumbuhan kredit yang melambat, dan kualitas aset yang memburuk.
Digitalisasi BBRI
Perkembangan dunia perbankan digital bersifat dinamis, sehingga persaingan di segmen mikro kian ketat. BRI akan menerapkan pendekatan kitchen sinking di AGRO mulai 2022. Danareksa mengungkapkan, anak usaha BRI yakni PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) secara bertahap harus bisa menggeser strategi menuju bisnis digital.
Sebagai pembeda bisnis dengan BRI, AGRO bakal fokus menggarap Dana Talangan untuk agen BRILink dengan ukuran tiket lebih kecil dan tenor kurang dari satu tahun. “Sementara pada pinjaman warisan, manajemen BBRI akan mempertahankan debitur yang ada secara selektif—khususnya yang menjanjikan bagi model bisnis baru AGRO,” jelas Eka.
Perusahaan sebelumnya meyakni perkawinan antara bisnis luring dan daring (model bisnis hybrid) merupakan strategi paling tepat di Indonesia. Karena hubungan manusia masih memainkan peran penting dalam merebut hati pelanggan. Terlebih, mayoritas nasabah mikro belum terlalu memahami ponsel pintar, lebih suka transaksi tunai, dan lebih memilh melakukan transaksi lewat agen ketimbang perbankan digital.
Menyoal digitalisasi bisnis PNM, Eka menyarankan proses efisiensi. Sementara untuk Pegadaian, BBRI tengah berfokus mencari anak perusahaan untuk menjaga fokus di bisnis gadai. Ditambah rencana ekspansi lewat strategi kolokasi (co-location) dengan memanfaatkan basis pelanggan yang besar.
“Melalui strategi itu, BBRI dapat menawarkan produk mikro yang lebih komprehensif kepada nasabahnya dalam satu atap,” kata Eka.