Jakarta, FORTUNE - Bursa karbon (IDX Carbon) masih sepi hingga awal pekan ini. Masih belum ada transaksi lagi di laporan perdagangan harian hingga Senin (2/10) sore.
Dikutip dari situs web IDX Carbon, karena tak ada transaksi perdagangan hari ini, harga pembukaan unit karbon IDTBS masih stagnan pada Rp77.000, begitu juga dengan harga penutupannya. Selain itu, pengguna jasa hanya bertambah satu dibanding saat peresmian, dari 16 menjadi 17.
Padahal, dalam perdagangan perdana Selasa pekan lalu, BEI membukukan volume perdagangan sejumlah 459.953 ton CO2 atau unit karbon. Lebih lanjut, transaksinya berjumlah mencapai 27 transaksi.
Terkait masih sepinya transaksi perdagangan di bursa karbon, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengatakan berdasarkan sifatnya, tingkat likuiditas bursa karbon tidak seperti bursa saham.
“Nature bursa karbon memang tak selikuid bursa saham. Dan karena ini masih tahap awal, jumlah pengguna jasa juga belum cukup banyak,” katanya dalam keterangan kepada pers, dikutip Senin (2/10).
Saat ini, memang baru PNRE saja yang berperan sebagai penyedia unit karbon pada bursa karbon. Sementara itu, 15 pengguna jasa lainnya merupakan pembeli.
Sosialisasi ke perusahaan potensial
Untuk itu, BEI sebagai penyelenggara bursa karbon masih gencar menggelar sosialisasi dan pertemuan dengan perusahaan-perusahaan potensial. Harapannya, permintaan dan pasokan pada bursa karbon pun akan meningkat cukup banyak sehingga likuiditasnya akan turut bertambah.
“Saat ini sedang proses beberapa calon pengguna jasa baru, baik dari sisi penjual maupun pembeli,” kata Jeffrey.
Salah satu perusahaan yang telah memberi sinyal akan masuk ke perdagangan bursa karbon adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Perusahaan pelat merah itu akan membuka hampir 1 juta ton CO2 lewat perdagangan pada bursa karbon sebagai upaya menyokong langkah pemerintah dalam penurunan emisi dan percepatan transisi energi.
“Beberapa pilot project [secara internal] telah kami lakukan sehingga hari ini, sistem perdagangan karbon bisa dilakukan,” ujar Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo.
PLN telah mengantongi Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) pertama di Indonesia melalui mekanisme non-konversi dengan mekanisme internasional.
Tidak hanya terdaftar di bursa, PLN juga melakukan perdagangan karbon secara langsung dengan melingkupi 3 dari 4 aspek perdagangan karbon, yaitu perdagangan emisi secara langsung, offset emisi secara langsung, dan perdagangan offset melalui bursa. Lalu, PLN sudah memiliki platform PLN Climate Click, yang telah memproses aktivitas perdagangan karbon, baik perdagangan emisi dan offset emisi, sejak 8 September 2023.
“Saat PLN masuk bursa beberapa waktu ke depan, kami akan langsung menjadi pemilik SPE dengan penurunan emisi terbesar. Kami juga akan meluncurkan aplikasi PLN Climate Click yang sudah siap digunakan untuk carbon trading yang belum dimiliki perusahaan lain,” kata Darmawan lagi.
Lebih lanjut, unit pembangkit berbahan bakar gas pertama di Indonesia, pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Blok 3 Muara Karang akan memulai langkah pembangkit PLN masuk ke bursa karbon. PLTGU ini telah memiliki SPE gas rumah kaca (GRK) dari Kementerian LHK dan tercatat berhasil menurunkan karbon dioksida setara hampir 1 juta ton pada 2022.
PLTGU Blok 3 Muara Karang telah menggunakan 100 persen bahan bakar gas yang telah diregasifikasi dari LNG pada Floating Storage and Regassification Unit (FSRU) dengan menggunakan suplai LNG.
“Kami membangun skenario transisi energi yang ambisius melalui Accelerated Renewable Energy Development secara agresif dengan menambahkan porsi pengembangan energi terbarukan hingga 75 persen di tahun 2040 dengan 25 persen di antaranya dari gas alam,” ujarnya lagi.