Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) diproyeksikan memulai perdagangan awal pekan pada Senin (15/7) dengan penguatan.
Dari pasar global, DJIA tutup di atas 40.000 untuk pertama kalinya dalam sejarah di Jumat (12/7). Penguatan juga dicatatkan oleh indeks-indeks utama Wall Street lainnya (12/7).
Head of Research Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan menjelaskan, sentimen utama masih berasal dari ekspektasi pemangkasan the Fed Rate pada September 2024. CME FedWatch Tools mencatat peluang pemangkasan sebesar 90,3 persen pada September 2024.
"Hal itu turut memicu ekspektasi pemangkasan lanjutan ECB yang direspon positif oleh indeks-indeks di Eropa," katanya dalam riset harian.
Dari regional, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan melambat ke 5 persen (YoY) pada kuartal II 24, dari 5,3 persen (YoY) pada kuartal I 24. Meski melambat, tapi kondisi tersebut memperkuat keyakinan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen di Tiongkok pada 2024.
Dari dalam negeri, pasar menantikan dua rilis data neraca dagang dan suku bunga yang akan dirilis masing masing pada Senin (15/7) serta Rabu (17/7). Konsensus memperkirakan surplus neraca dagang naik menjadi US$2,98 miliar pada Juni 2024, dari US$2,93 miliar pada Mei 2024. Selanjutnya, RDG BI diyakini akan menahan suku bunga acuan di 6,25 persen.
Valdy mengatakan, "Pasar menantikan pandangan dari BI terkait peluang pemangkasan di 2024, seiring perkembangan kondisi terkini di eksternal."
Dus, ia memprediksi IHSG menguat di awal pekan, ditopang euforia the Fed. IHSG diperkirakan bergerak di rentang support 7.300, pivot 7.350, dan resisten 7.400. Saham-saham yang dapat diperhatikan pada pekan ini, meliputi saham bank, ADMR, INTP, ICBP, MAPI, dan MYOR.
Sementara itu, Pilarmas Investindo Sekuritas justru memperkirakan IHSG hari ini melemah terbatas, dengan support dan resisten di level 7.300 sampai dengan 7.350. Saham-saham pilihan mereka, yakni: PGAS, HRUM, dan PTRO.
Menurut Associate Director of Research and Investment Pilarmas, Maximilianus Nico Demus, neraca dagang yang akan rilis hari ini merupakan sentimen utama pada awal pekan ini.
Ia mengestimasikan neraca dagang bulan Juni naik tipis dari US$2,93 miliar menjadi US$2,98 miliar. Katalisnya adalah perkirakaan kenaikan ekspor dari 2,86 persen (YoY) menjadi 5,13 persen (YoY). Untuk impor, diproyeksi naik dari -8,83 persen (YoY) menjadi 5,5 persen (YoY) akibat stabilnya harga CPO ataupun komoditas lain seperti batu bara.
Selain itu, secara bulanan sebenarnya impor maupun ekspor cukup terkontraksi, ini tak lepas dari aktivitas manufaktur yang menurun, hal ini dicerminkan dari Indeks PMI yang berada di level terendah selama 13 bulan terakhir.
"Apakah kita akan memperpanjang rekor surplus perdagangan menjadi 49 bulan berturut-turut? Kemungkinan itu besar, dan kami yakin data ini akan menjadi bantalan dalam menghadapi ketidakpastian," jelas Nico dalam riset kepada Fortune Indonesia.