Jakarta, FORTUNE - London Metal Exchange (LME) menangguhkan perdagangan nikel pada Selasa (8/3) waktu setempat, usai terjadi lonjakan harga hingga 250 persen. Kejadian yang merupakan pertama kali sepanjang 145 tahun sejarah bursa ini dipicu oleh pengenaan sanksi negara barat terhadap Rusia.
Mengutip Mining.com, Rabu (9/3), harga logam itu sempat terbang melampaui US$100.000 per ton; memecahkan rekor perdagangan kontrak di LME. Padahal, pada Jumat pekan lalu (4/3), harga nikel masih berada di level US$29.130 per ton.
Tak ayal, bursa berjangka itu akhirnya membatalkan seluruh transaksi perdagangan. LME juga menunda pengiriman seluruh kontrak yang diselesaikan secara fisik di level harga US$80.000 per ton.
“LME akan secara aktif merencanakan pembukaan kembali pasar nikel dan akan mengumumkan mekanisme ini ke pasar sesegera mungkin,” kata LME, dikutip dari Reuters.
Dalam pengumuman kepada para anggota, LME menyebut penangguhan pasar nikel ini memberikan sejumlah dampak tersendiri bagi pelaku pasar. Apa sajakah itu?
Perebutan nikel oleh pelaku pasar dan pembeli
Di tengah meningkatnya adopsi kendaraan listrik, (electric vehicle/EV) permintaan terhadap komoditas nikel sebagai bahan baku utama baterai kendaraan pun terkerek naik.
Kini, di tengah kepanikan pasar akibat perang Rusia-Ukraina, para pembeli pun akhirnya saling berebut nikel. Sebab, nikel merupakan komponen penting untuk membuat baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik. Terlebih, peran Rusia sebagai salah satu produsen nikel untuk baterai EV tak bisa diremehkan.
CEO Benchmark Mineral Intelligence mengatakan, 20 persen pasokan jenis baterai itu berasal dari satu perusahaan Rusia bernama Norilsk Nickel.
“Ketakutan atas gangguan pasokan nikel setelah konflik Rusia-Ukraina terus memburuk, hingga memicu pembelian yang ekstensif,” kata analis Rystad Energy dalam risetnya.
Harga EV seperti Tesla akan semakin mahal
Akibat kenaikan harga bahan baku—salah satunya nikel—harga kendaraan listrik seperti Tesla pun akan ikut melambung. Melansir Fortune.com, pekan lalu startup EV bernama Rivian menuai kontroversi karena harga produknya naik signifikan.
Badan Energi Internasional pada Mei 2021 memperkirakan, “Penggandaan harga nikel akan menyebabkan kenaikan 6 persen pada biaya baterai.”
Tesla, sebagai salau satu produsen EV, secara efektif hanya akan memasok dua jenis baterai ke depannya. Itu dibedakan dari penggunaan logam katodanya. Sedikit informasi, bahan kimia yang kaya nikel akan mampu mengemas lebih banyak energi.
Karena itu, katoda sarat nikel akan Tesla sematkan pada mobil jarak jauh kelas premium—yang harganya jauh lebih tinggi ketimbang mobil dengan katoda yang tak menggunakan nikel. Katoda sendiri merupakan komponen kimia terkompleks dan mahal dari baterai EV.
Memicu inflasi global
Sebagai catatan, sanksi ekonomi terhadap Rusia kini memicu tren kenaikan harga bahan baku yang meluas, sehingga berisiko memicu inflasi di seluruh dunia.
“Produsen katoda dan baterai semakin sulit menghadapi kenaikan harga mineral hulu baterai,” kata Rystad Energy ihwal logam seperti nikel dan lithium.
Perusahaan kimia juga terdampak secara langsung, seperti BASF yang telah bermitra untuk mendapatkan pasokan nikel dari Norilsk Nickel. Jika produsen besar itu terkena sanksi, maka pasokan nikel mereka akan terancam.