Jakarta, FORTUNE - Indeks IDXFINANCE tertekan hampir 1 persen pada Kamis (25/7) siang menuju sore, seiring dengan kabar krisis bank daerah di Cina—bahkan diikuti risiko kebangkrutan Jiangxi Commercial Bank.
Dikutip dari IDX Mobile, IDXFINANCE terkoreksi 0,75 persen ke level 1.385,41 pada Kamis pukul 14.32 WIB. Ada 5 Saham perbankan yang melemah, 30 saham stagnan, dan 17 saham menguat.
Dua saham bank raksasa juga turut tertekan. BBRI, misalnya, terkoreksi 1,88 persen ke harga Rp4.690 dari Rp4.780 pada akhir perdagangan kemarin. Begitu pula dengan BBNI yang melemah 1,47 persen ke harga Rp5.025.
Untuk BBRI, Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI) menyoroti sentimen rilis kinerja perseroan selama paruh I 2024, yang mana pendapatan bunga bersihnya hanya naik 6,7 persen (YoY) menjadi Rp65,54 triliun. Penyaluran kreditnya naik 11,2 persen (YoY) menjadi Rp1,34 triliun, ditopang oleh segmen UMKM (81,95 persen) dengan nilai Rp1,09 triliun.
Sejalan dengan itu, laba bersih BBRI tercatat hanya tumbuh 1,13 persen (YoY) menjadi Rp29,9 triliun di periode itu. "Saham BBRI terkoreksi 2,3 persen ke level Rp4.670 pada awal sesi Kamis ini," tulis Tim Analis MASI dalam Flash Focus.
Harga saham bank pelat merah lain seperti BBTN dan BRIS terkoreksi lebih dalam dari BBRI dan BBNI, masing-masing 2,58 persen dan 3,20 persen. Di sisi lain, BBCA dan BMRI sama-sama menguat masing-masing 1,49 persen dan 0,77 persen.
Krisis perbankan pedesaan di Cina
Portal berita lokal renminbao.com melaporkan, para klien menggelar demo di depan Bank Jiangxi demi menyuarakan kecemasan akan risiko kebangkrutan bank itu. Sebab, belum lama ini, Jiangxi Commercial Bank mengumumkan risiko penurunan laba sampai dengan 30 persen karena problem pembayaran kredit nasabah.
Sampai dengan Desember 2023, ada 3.796 lembaga keuangan pedesaan, yang mana 1.607 di antaranya merupakan bank komersial pedesaan atau 84 persen dari seluruh lembaga keuangan Cina. Kendati demikian, total asetnya hanya sebesar RMB56,8 triliun, dengan rata-rata RMB15 miliar per lembaga (3 persen dari nilai aset rata-rata bank umum kota). Jumlah aset itu hanya mewakili 13 persen dari sistem perbankan Cina.
Menurut data BBVA Research, rasio kredit macet (NPL) sejumlah bank pedesaan itu mencapai 40 persen dibandingkan rata-rata industri yang hanya 1,6 persen.
The Economist melaporkan, banyak dari bank pedesaan menyalurkan kredit kepada pengembang dan pemerintah daerah, sehingga terpapar dampak krisis pasar real estate di Cina. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah bank itu mengumumkan, 40 persen dari portofolio mereka merupakan kredit macet.
Sebelumnya, dikutip dari Asian Banking and Finance, Cina merilis reformasi terhadap 3.800 lembaga keuangan pedesaan. Itu mencakup sejumlah rencana konsolidasi. Hanya dalam seminggu, setidaknya 40 lembaga keuangan pedesaan di Cina menghilang. Dari 40 lembaga itu, 36 berlokasi di Provinsi Liaoning, diakuisisi oleh Liaoning Rural Commercial Bank.
Namun, Analis Kredit S&P Global Ratings, Ryan Tsang menilai, proses reformasi sektor keuangan pendesaan Cina bisa saja membutuhkan waktu satu dekade. "Kami memperkirakan butuh sekitar empat sampai lima tahun untuk membersihkan lembaga keuangan pedesaan yang berisiko tinggi secara substansial," ujar Tsang.
Sementara itu, Ekonom di BBVA Research, Betty Huang menyarankan pihak berwenang mencontoh Spanyol untuk membuat kumpulan dana jaminan kredit. Tujuannya, mendanai utang-utang bank pedesaan itu.
Namun, perlu dilakukan uji kelayakan terhadap lembaga keuangan atau bank pedesaan yang kesulitan dari segi keuangan. "Bank yang lulus uji kelayakan bisa mengajukan permohonan persetujuan bank sentral untuk mendapatkan bantuan, sedangkan yang gagal bisa dibiarkan gagal," kata Huang, dikutip dari Asian Banking and Finance.