Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) mencetak rekor level tertinggi pada Jumat (6/9) lalu. Bagaimana peluang penguatan lanjutan indeks acuan saham di sisa waktu 2024?
Pada perdagangan sesi pertama, Selasa (10/9), IHSG berhasil kembali ke zona hijau dan ditutup naik 0,37 persen ke level 7.731,01, setelah terkoreksi 0,25 persen sepanjang Senin (9/9).
Phintraco Sekuritas menilai, secara teknikal, ada penyempitan positive slope pada indikator MACD. Sementara itu, indikator Stochastic RSI sedang berada di area netral. "Sehingga apabila IHSG mampu bertahan di atas level 7.700, maka berpotensi menguji level resisten 7.750 pada sesi kedua hari ini," demikian menurut tim riset Phintraco Sekuritas.
Dari segi sentimen, Pilarmas Investindo Sekuritas menilai, pasar akan masih akan menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) pada pekan ini. Data itu akan menjadi bahan pertimbangan dan petunjuk besaran dari pemangkasan suku bunga The Fed.
Adapun, berdasarkan data CME FedWatch, probabilitas pemotongan suku bunga oleh The Fed pada September sebesar 25 basis poin dinilai berada di level 71 persen.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia mengumumkan penjualan ritel atau Indeks Penjualan Riil (IPR) Juli mencapai 212,4 atau naik 4,5 persen (YoY). "Peningkatan tersebut tentunya memberikan indikasi bagaimana daya beli konsumen tetap terjaga," jelas Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus.
Rangkuman target IHSG hingga akhir 2024 dari berbagai sekuritas
Di sisa akhir tahun 2024, para analis memproyeksikan skenario lebih bullish pada pergerakan IHSG. Sejumlah sekuritas pun meningkatkan target penutupan IHSG hingga pengujung tahun ini.
Mandiri Sekuritas misalnya, yang meningkatkan proyeksi IHSG menjadi 7.800 di akhir 2024. Bahkan, dalam skenario bull, IHSG diramal bisa menyentuh 8.000 tahun ini. Sebelumnya, proyeksi Mandiri Sekuritas adalah 7.460 (base case) dan 7.640 (bull case).
Head of Equity Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan, pengembalian IHSG per akhir Agustus mencakup pendapatan 8 persen dan imbal hasil dividen 5 persen.
Faktor utamanya adalah skenario penurunan suku bunga The Fed dan BI yang lebih agresif. Mandiri Sekuritas sendiri memprediksi penurunan suku bunga The Fed dari 25 bps menjadi 50–75 bps, dengan peluang pemangkasan suku bunga BI yang lebih agresif (50 bps). Asumsi itu didukung oleh kenaikan nilai tukar rupiah pada semester II 2024.
"Dengan membaiknya cakupan pasar dan revisi laba yang positif baik pada saham-saham berkapitalisasi besar atau menengah, IHSG masih tetap menarik, terutama mengingat menguatnya nilai tukar rupiah pada kuartal ini," jelasnya, dikutip Selasa (10/9).
Di tengah peluang itu, sektor-sektor yang disoroti oleh Mandiri Sekuritas, meliputi: sektor consumer cyclicals seperti ritel, otomotif, dan teknologi; serta menara telekomunikasi.
Setali tiga uang dengan Mandiri Sekuritas, Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI) merevisi proyeksi target IHSG 2024 menjadi 7.915, dari 7.585. Di luar peluang kebijakan pemangkasan suku bunga, arus masuk modal asing yang kuat pun dinilai akan jadi katalis positif IHSG di sisa tahun 2024.
Chief Economist & Head of Research MASI, Rully Wisnubroto pun merevisi proyeksi nilai tukar rupiah menjadi Rp15.415 (sebelumnya Rp15.825) di akhir 2024 dan Rp15.015 (sebelumnya Rp15.650) pada 2025.
Bersamaan dengan itu, MASI mempertahankan proyeksi suku bunga BI di 5,75 persen pada 2024, dengan asumsi rupiah lebih stabil di sisa tahun ini serta pada 2025. "Lalu, mengingat tren inflasi yang terus bergejolak dan stabil, kami telah menurunkan proyeksi inflasi IHK untuk 2024 menjadi 2,0 persen (sebelumnya 2,8 persen)," tulis Rully dalam risetnya pada awal September ini.
Sebelumnya, JP Morgan Indonesia juga mengestimasikan IHSG akan mencapai level 7.800 pada akhir perdagangan 2024, setelah indeks itu berhasil melewati target lama JP Morgan, yakni 7.500 (base case).
Sejalan dengan itu, JP Morgan Indonesia juga memperkirakan pendapatan emiten akan naik sekitar 5 persen–9 persen di 2024.