Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) semakin dekat dengan level 6.900. Pada Jumat (21/7), indeks acuan saham itu ditutup di level 6.880,80 setelah menguat 0,24 persen.
Pergerakan IHSG har ini bervariasi. Menurut Indo Premier Sekuritas, penguatan hari ini terjadi seiring dengan penguatan indeks Dow Jones, berkat laporan keuangan yang solid di kuartal kedua 2023 tahun ini. Ditambah, mayoritas harga komoditas menguat sehingga mendorong laju IHSG.
"Sementara itu berlanjutnya aksi jual pada saham-saham sektor teknologi menjadi katalis negatif bagi indeks," tulis Tim Riset Indo Premier Sekuritas dalam publikasi hariannya.
Adapun, kenaikan IHSG hari ini dipimpin oleh sektor transportasi dan logistik serta sektor kesehatan yang masing-masing menguat 1,49 persen dan 1,29 persen.
Pekan ini, IHSG ditutup di zona hijau selama dua hari, yakni Kamis dan Jumat. Lantas, bagaimana proyeksi kondisi pasar modal Indonesia di sisa waktu 2023 ini?
Proyeksi pasar modal Indonesia di semester II 2023
Lebih lanjut, BNI Sekuritas memproyeksikan pasar modal Indonesia masih berprospek positif di paruh kedua 2023 walaupun di tengah tantangan ekonomi global. Head of Research BNI Sekuritas, Erwan Teguh menyebut, itu berkat fondasi ekonomi yang kuat dan ketahanan pasar obligasi yang mendukung pertumbuhan.
Ia mengatakan, walaupun ada normalisasi harga komoditas, data makro Indonesia masih melampaui ekspektasi. Salah satunya berkat dorongan yang signifikan dari reformasi investasi dan kebijakan down-streaming mineral yang mulai menunjukkan dampak.
"Sementara penarik struktural yang sama dalam PDB per kapita yang mencapai US$5.000 tetap menjadi penggerak pertumbuhan kuat dan layak dalam jangka menengah," jelasnya.
Dari segi pasar ekuitas, walaupun IHSG terkoreksi secara year to date, pertumbuhan laba para emiten telah mendongkrak return on equity (ROE) ke level tertinggi dalam 7 tahun ini.
Adapun, pelemahan pada IHSG terjadi seiringan dengan masih masuknya aliran modal investor asing. Lalu, enam saham berkapitasasi besar mendorong sebagian besar penguatan pasar, yang mengindikasikan investor sedang berada di posisi defensif.
Erwan berujar, "Dengan kata lain, pasar saham secara argumen sedang dipengaruhi oleh kekhawatiran eksternal, sementara investor asing mengandalkan pada ketahanan Indonesia."
Untuk pasar obligasi, BNI Sekuritas mengantisipasi tren penurunan lanjutan pada yield Surat Utang Negara (SUN). Adapun, Bloomberg EM Local Currency: Indonesia Total Return Index Unhedged IDR mencatat, total return sebesar 6,75% ytd.
Di tengah kenaikan suku bunga AS dan volatilitas pasar keuangan global, pasar obligasi IDR menunjukkan ketahanan, ditandai dengan tren penurunan yang signifikan pada yield curve SUN 10-tahun. Meskipun penurunan yield tersebut menyebabkan selisih yield yang lebih ketat terhadap yield instrumen US Treasury (obligasi pemerintah AS), BNI Sekuritas menilai obligasi Pemerintah dalam mata uang lokal Indonesia sebagai peluang investasi yang masih relatif menarik dibandingkan peers.
Sementara itu, pasar obligasi korporasi bertumbuh lebih lambat di paruh pertama 2023, dengan penerbitan yang bernilai akumulatif Rp45,9 triliun. Kendati begitu, mulai terjadi peningkatan aktivitas pada Juni, dengan penerbitan obligasi korporasi bernilai Rp7,3 triliun selama sebulan; lebih tinggi dari Mei yang hanya Rp4,0 triliun.
Volume outstanding meningkat menjadi Rp450,6 triliun per Juni 2023, dibandingkan dengan Rp448,2 triliun pada akhir 2022. BNI Sekuritas melihat volume penerbitan obligasi korporasi pada 2023 akan berada di kisaran Rp125,0 triliun hingga Rp135,0 triliun, relatif lebih rendah dibandingkan 2022.
Pilihan sektor
Selain itu, sejalan dengan dimulainya paruh kedua, harapannya pemulihan konsumsi domestik bisa lebih signifikan, khususnya di pasar massal. Katalisnya adalah pemilihan umum. Di sisi lain, permintaan konsumen pada pasar menengah-atas berpotensi mulai mereda. Dus, BNI Sekuritas melihat peluang pemulihan lebih kuat di sektor ritel.
Selain ritel, sektor batu bara juga disoroti. Meskipun menurun signifikan di tahun ini, sektor batu bara masih menawarkan keseimbangan risiko dan pengembalian yang menguntungkan, dilihat dari kelebihan kas dan pembagian dividennya.
Erwan menambahkan, di sektor lain, pendekatan bottom-up menjadi strategi yang lebih unggul. "Berdasarkan hal ini, saham BFIN, ACES, ICBP, SILO, dan ADMR memiliki potensi yang tinggi. Dalam hal valuasi pasar secara umum, terdapat ruang untuk re-rating jika imbal hasil obligasi mendekati 6% pada akhir tahun 2023," katanya.