Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan berpeluang berbalik naik ke level 7.300–7.400 pada Desember 2024 dan Januari 2025.
Head Of Retail Research Sinarmas Sekuritas, Ike Widyawati menjelaskan, optimisme itu dilandasi oleh potensi rebound emiten-emiten perbankan besar sseperti BBRI dan BMRI yang belakangan ini terkoreksi.
Dikutip dari IDX Mobile, dalam sebulan terakhir, saham BBRI melemah 8,61 persen dan BMRI terkoreksi 5,13 persen. Itu terjadi karena sentimen global terkait suku bunga.
Namun, Ike menilai, hal itu hanya akan terjadi dalam jangka pendek karena dari segi fundamental, kinerja perbankan dinilai masih baik. Penurunan harga terjadi karena adanya kepanikan di pasar.
"Panik itu kan bersifat sementara. Nah saya lihat di sini, harga sahamnya sudah turun, bisa dijadikan kesempatan. Kalau kami sebutnya, bargain hunter, cari saham yang murah," kata Ike saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (28/11).
Ke depan, ia menyebut, apabila pasar sudah mulai kembali masuk ke saham perbankan, maka akan ada pemulihan harga. Hal tersebut akan turut mendongrkrak laju di akhir dan awal tahun.
Pada Kamis, Ihsg ditutup melemah 0,63 persen ke level 7.200,16. Kapitalisasi pasarnya berjumlah Rp12.115 triliun. Dilansir dari IDX Mobile, volume transaksi IHSG mencapai 25,0 miliar saham, dengan nilai transaksi Rp10,6 triliun, sertra frekuensi 1,04 juta kali.
Fenomena window dressing
Sementara itu, Analis dan Praktisi Pasar Modal, Hans Kwe menambahkan, saat ini IHSG sedang bergerak bervariasi karena berbagai sentimen global. Dari kemenangan Donald Trump yang sempat menekan pasar, hingga memanasnya tensi konflik Ukraina dan Rusia yang berisiko menimbulkan kekhawatiran di kawasan Eropa.
"Namun, yang menarik, saat Trump nanti dilantik di Januari, kami perkirakan perang Ukraina-Rusia itu akan berhenti, karena Trump secara tak langsung menunjukkan mereka tak terlalu tertarik untuk meneruskan anggaran perang ke Ukraina," jelasnya di Main Hall BEI, Kamis.
Ditambah lagi, wacana kebijakan kenaikan tarif Trump dinilai berpeluang membuat inflasi Amerika Serikat (AS) meningkat, dengan asumsi ada pemberhentian masuknya imigran ke AS.
Hans berujar, "Karena imigran yang datang itu relatif lebih murah, kalau disetop inflasinya relatif lebih tinggi. Jadi pasar nanti akan menyadari bahwa yang Trump lakukan tidak terlalu bagus untuk dolar, untuk outflow balik ek AS. Harusnya itu akan inflow kembali ke sini."
Oleh karena itu, menurutnya, volatilitas pasar saat ini relatif bersifat jangka pendek. Fenomena window dressing di akhir tahun pun dianggap tak akan terjadi secara masif. Saham-saham yang berpeluang naik adalah saham berkapitalisasi besar seperti perbankan raksasa, TLKM, dan ASII.