Jakarta, FORTUNE - Seiring dengan adanya ekspektasi pasar atas pmangkasan Suku Bunga pada September ini, bagaimana dampaknya terhadap sektor batu bara dan emitennya?
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI), Rizkia Darmawan mengatakan, proyeksi dimulainya tren pemangkasan suku bunga acuan The Fed akan mempengaruhi harga minyak, salah satu faktor yang juga erat berkaitan dengan biaya utama para perusahaan pertambangan.
"Secara keseluruhan, kami memperkirakan harga minyak akan diperdagangkan antara US$70–80 per barel pada 2025, setelah rata-rata harga US$85 per barel pada 2024," kata Darma dalam risetnya, dikutip Rabu (11/9).
Hal itu didorong oleh permintaan dari Cina dan India, yang bertumbuh secara stabil di tengah pengurangan produksi OPEC+ dan kebijakan energi AS yang membatasi kenaikan produksi tersebut.
Adapun, sebelumnya, impor batu bara Cina telah berkurang akibat perlambatan ekonomi setelah mengalami lonjakan pada 2023. Meski demikian, Darma memproyeksikan permintaan batu bara Cina meningkat 12 persen (YoY) pada 2024, lalu akan ada potensi penurunan pada 2025.
Bagaimana dengan pasar lain? Di Asia Tenggara, permintaan batu bara hingga 2025 akan ditopang oleh dolar yang lebih lemah dan penambahan pembangkit listrik tenaga termal.
Lebih lanjut, Darma memperkirakan harga batu bara acuan Newcastle akan mencapai US$130 per ton, dengan asumsi harga minyak mentah Brent sekitar US$70–80 per carel. Darma menilai, itu hanya akan berdampak moderat terhadap Emiten Batu Bara dalam cakupan MASI.
"Dengan demikian, pertumbuhan volume dan efisiensi biaya tetap menjadi katalis utama bagi sektor batu bara Indonesia tahun depan," katanya.
Emiten yang MASI soroti adalah PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). Target harganya ditingkatkan dari Rp3.470 menjadi Rp3.470. Dengan proyeksi rasio price to earning 4,7 kali (2024) dan 5,3 kali (2025); ROE 14,9 kali (2024) dan 13,1 kali (2025); serta yield dividen sebesar 10,3 persen (2024) dan 9,1 persen (2025).
"ADRO memiliki posisi yang baik untuk memanfaatkan katalis pada 2025. Stripping ratioyang rendah memastikan biaya tunai terendah di sektor ini dan transisi dari PKP2B ke UPK menambah manfaat dari pengurangan royalti dan pajak," jelas Darma.