Jakarta, FORTUNE - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membukukan laba bersih senilai Rp2,8 triliun di paruh pertama 2023, menurun 54,9 persen (YoY) dari periode serupa tahun lalu, yakni Rp6,2 triliun.
Menurut Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI), Rizkia Darmawan, hasil itu sedikit meleset dari ekspektasi dan konsensus MASI, dengan run rate masing-masing 39,5 persen dan 38,1 persen.
Mengapa demikian?” “[Ini terjadi] karena biaya tunai atau cash cost di paruh pertama secara tahunan tetap relatif lebih tinggi dari perkiraan,” katanya dalam riset, dikutip Senin (4/9).
Selama periode tersebut, beban pokok pendapatan perseroan naik signifikan, yakni dari Rp10,1 triliun pada tahun lalu menjadi Rp14,8 triliun. Pendapatan perseroan pun hanya bertumbuh 2 persen (YoY) menjadi Rp18,9 triliun.
Raihan pendapatan tersebut masih cukup sejalan dengan estimasi dan konsensus MASI, yakni 45 persen dan 48 persen. Salah satu pendukungnya, yakni pertumbuhan kinerja operasional. Produksi batu bara PTBA naik 18 persen (YoY) dari 15,9 jut ton menjadi 18,8 juta ton. Hal itu sejalan dengan peningkatan volume penjualan batu bara sebesar 19 persen (YoY) menjadi 17,4 juta ton.
Harta jual rata-rata menurun
Meskipun volume penjualan dan produksi meningkat, harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) batu bara terkoreksi. Di kuartal kedua 2023 saja, ASP batu bara menurun 9,0 persen (QoQ) dan tergerus 23,5 persen (YoY), jadi Rp1,0 juta per ton.
Itu mengikuti tren penurunan batu bara ICI-3 yang sudah turun 48 persen (YoY) pada Juni 2023, menjadi sekitar US$73 per ton. Ditambah lagi, kewajiban pasar domestik (DMO) PTBA saat ini mencapai 57 persen dari total penjualan. Angka itu lebih rendah dari rasio penjualan domestik terhadap ekspor yang pada awalnya 9:1.
“Secara keseluruhan, hal itu meningkatkan paparan PTBA terhadap penurunan harga batu bara global, yang berdampak pada pendapatan perusahaan,” tulis Rizkia dalam risetnya.
Ke depan, selisih antara harga batu bara ICI-3 dan DMO yang makin sempit berpotensi tak lagi memberi manfaat yang lebih besar bagi PTBA dibandingkan para pesaingnya.
“Meskipun kami mengharapkan peningkatan produksi signifikan di kuartal ketiga 2023 karena musim kemarau,” katanya lagi.
Dus, MASI tetap mempertahankan target harga saham PTBA di Rp2.875, dengan rasio price to earning (P/E) sebesar 4,7 kali dari proyeksi EPS (earning per share) pada 2023. Faktor risiko yang membayangi PTBA, yakni: keterlambatan implementasi skema Badan Layanan Umum (BLU) atau Mitra Instansi Pengelola (MIP), ASP yang lebih rendah dari perkiraan akibat normalisasi harga batu bara global, serta perubahan regulasi terkait harga batu bara acuan (HBA) dan DMO.