Jakarta, FORTUNE - PT Lotte Chemical Titan Tbk (FPNI), bagian dari Lotte Chemical Corp asal Korea Selatan, tengah bersiap menambah kegiatan usaha baru di anak usahanya, PT Lotte Chemical Titan Nusantara (LCTN).
Berdasarkan hasil studi kelayakan penambahan kegiatan usaha baru Lotte Chemical Titan, proyeksi kenaikan pendapatan perseroan berjumlah US$800.000 sampai dengan US$1 juta per tahun, dari penambahan usaha melalui entitas anaknya, LCTN.
Sementara itu, dikutip dari keterbukaan informasi, proyeksi laba tahun berjalan perseroan setelah rencana penambahan kegiatan usaha adalah US$123,15 juta selama periode 2024–2033.
Direktur Lotte Chemical Titan, Robin Wahyudi Handoko menambahkan, "Kami punya sister company, nanti mereka akan memproduksi monomer ini dan mungkin kami akan mendapat pasokan konsisten dengan harga lebih kompetitif, itu yang kami harapkan bisa menjadi strategi baru ke depan."
Hal itu sejalan dengan investasi dari perusahaan afiliasi perseroan, PT Lotte Chemical Indonesia, untuk membangun pabrik naphtha cracker di Kota Cilegon, Banten. Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), nilai proyek bagian dari LOTTE Chemical Indonesia (LCI) New Ethylene Project (LINE Project) itu mencapai sekitar US$3,9 miliar.
"Kami coba utilisasi aset kita secara maksimal, termasuk kerja sama dengan LCI yang sedang membangun cracker," kata Direktur Lotte Chemical Titan, Calvin Wiryapranata di paparan publik perseroan, Jumat (28/6).
Ke depannya, seluruh bahan baku yang awalnya diimpor dari pasar internasional akan disuplai dari pabrik lokal LCI di Cilegon. Adapun, pabrik itu ditargetkan selesai pada 2025. Namun, proses pemasokkan dari pabrik itu ke perseroan mungkin baru dimulai di paruh kedua tahun depan.
"Kami menambah usaha baru, dalam arti menyewakan tangki Ethylene, yang selama ini dipakai karena impor Ethylene dari luar," imbuhnya. "Nantinya kami sudah tak perlu impor lagi, langsung dialirkan Ethylene dari LCI."
Adapun, Lotte Chemical Titan sendiri mengestimasikan total belanja modal sekitar US$9 juta pada 2024. Nominal itu mencakup US$4 juta dana yang berkaitan dengan aktivitas turnaround atau proses inspeksi, perbaikan, dan pemeliharaan menyeluruh atas semua fasilitas pabrik; sedangkan US$ 5 juta merupakan belanja modal normal tahun ini.
"Ini hanya estimasi, bisa saja bergeser. Di kuartal I sudah direalisasi sekitar 30 persen," ujar Calvin.