Jakarta, FORTUNE - Tarif Indonesian Case-Based Groups (INA-CBG) berpotensi disesuaikan di kisaran 12,1 persen–30 persen per 1 Januari 2023, setelah stagnan selama enam tahun belakangan ini. Bagaimana dampaknya terhadap emiten rumah sakit?
Adapun, tarif INA-CBG merupakan total klaim BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan lanjutan atas paket layanan berdasarkan kategori diagnosis penyakit. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencanangkan penyesuaian setelah BPJS Kesehatan mencatat surplus senilai Rp22,4 triliun pada 2020 dan Rp75,36 triliun pada 2021, setelah defisit beruntun sejak penerapan pada 2014.
Dasar penyesuaiannya, yakni tipe rumah sakit, dari tipe A sampai tipe D. Sebelum ini, tarif INA-CBG dipotong 40 persen dari tarif non-BPJS.
Selain itu,m akan ada pula implementasi kelas standar untuk pasien BPJS. Itu akan mengubah sistem tiga kelas saat ini jadi dua kelas standar (A dan B), yang secara bertahap diimplementasikan di 25 persen rumah sakit pada 2023, 50 persen pada 2024, dan 100 persen pada 2025.
Dua emiten rumah sakit berjaringan luas, PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), pun akan diuntungkan.
Proyeksi dampak penyesuaian tarif INA-CBG terhadap emiten RS
Tim Analis BNI Sekuritas, Aurellia Setiabudi dan Kevin Halim memproyeksikan pendapatan HEAL naik masing-masing 0 persen, 5,4 persen, dan 5,5 persen selama 2022–2024. Margin EBITDA HEAL juga diprediksi tumbuh jadi 29,9 persen dan 32,1 persen untuk 2023 dan 2024–dibandingkan 25,0 persen pada 2022. Estimasi konsensus laba inti barunya pada 2022–2024 masing-masing adalah 75 persen, 113 persen, dan 113 persen.
Adapun, target harga HEAL pun ikut naik dari Rp1.400 menjadi Rp1.800 berdasarkan 15,6 kali EV/EBITDA pada 2023. “Tesis investasi kami untuk HEAL menunjukkan mereka jadi penerima manfaat utama dari penyesuaian tarif INA-CBG dan perubahan kelas standar BPJS yang akan datang,” kata tim BNI Sekuritas.
Sementara untuk MIKA, estimasi pertumbuhan pendapatannya meningkat masing-masing 1 persen, 6,1 persen, dan 8,4 persen hingga 2024; baik dari rawat inap maupun rawat jalan. Margin EBITDA-nya pun diperkirakan naik jadi 38,2 persen dan 38,8 persen pada 2023 dan 2024 dari kenaikan tarif INA-CBG. Begitu pula dengan estimasi laba inti baru 2022–2024 sebesar 97 persen, 103 persen, dan 105 persen. Target harga MIKA dari BNI Sekuritas adalah Rp3.200, naik dari Rp2.800, berdasarkan 22,4 kali EV/EBITDA pada 2023.
Secara sektor, pertumbuhan EBITDA pun diramal terdongkrak. “Dari 15,2 persen/17,7 persen menjadi 21,3 persen/16,9 persen pada 2023 dan 2024,” kata Aurellia dan Kevin dalam riset.
Aurellia dan Kevin berujar, “Proyeksi ini berdasarkan jalur ekspansi rumah sakit yang kuat dan ekspansi margin EBITDA yang berlanjut.”
Di balik potensi itu, para emiten rumah sakit harus waspada dengan risiko rendahnya lalu lintas pasien dan intensitas pendapatan masing-masing.