Jakarta, FORTUNE - Saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) kembali terkoreksi 7,0 persen ke level 93 pada pembukaan perdagangan Rabu (14/12) siang, setelah sempat rebound pada Selasa (13/12) dan pada awal sesi pagi ini.
Melansir RTI Business, saham GOTO bergerak pada rentang 93 hingga 104 setelah dibuka pada level 102 pagi ini. Volume transaksinya mencapai 6,16 miliar saham, dengan nilai transaksi Rp595,0 miliar dan 67.047 kali frekuensi perdagangan.
Bersamaan dengan itu, saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) pun turut memerah, masing-masing tertekan 0,71 persen dan 1,26 persen di awal sesi Rabu siang.
Itu menggambarkan volatilitas laju saham teknologi di pasar modal. Memang, BRI Danareksa Sekuritas menyebut, valuasi emiten teknologi lokal terjebak dalam ketidakpastian terkait likuiditas. Dus, itu mengharuskan rasionalisasi operasional lebih banyak. Laju saham mereka juga mayoritas berkaitan dengan pemain global yang telah menguji penggunaannya lebih lama, berpenetrasi lebih tinggi, serta menerapkan use case secara global.
“Selain itu, dengan hal-hal lain yang konstan, kami yakin ada hubungan cukup kuat antara imbal hasil obligasi dengan valuasi teknologi sebagai variabel dependen,” begitu bunyi riset BRI Danareksa Sekuritas. “Bagi kami, pemenang adalah mereka yang terus memberi pertumbuhan dengan jaminan likuiditas.”
Prospek saham sektor teknologi di Asia Tenggara
Riset itu juga menyebutkan para pelaku industri sektor teknologi mengadopsi pola pikir yang relatif berorientasi pada keuntungan dan secara kolektif meningkatkan lanskap kompetisi. Itu tergambar dari langkah-langkah para pemain—lokal dan global—di Indonesia.
Sebab, pada 2025, Google, Temasek, dan Bain&Co (GTBc) memangkas estimasi GMV sektor teknologi Indonesia sekitar US$15 miliar jadi US$131 miliar. Alasannya? Adopsi digital yang makin matang bagi pengguna di perkotaan. Prospek ekonomi yang rentan karena kelangkaan bahan baku dan inflasi. Kenaikan suku bunga yang membuat investasi teknologi lebih mahal, sehingga membuat investor lebih selektif menyuntikkan modal.
“Mereka harus beroperasi dengan kemungkinan tak akan menerima pendanaan lagi, atau setidaknya sampai mereka mencapai profitabilitas,” tulis BRI Danareksa Sekuritas.
Lebih lanjut, GTBc memproyeksikan GMV Indonesia akan tumbuh sekitar 20 persen (BAGR). Sektor e-commerce diprediksi mengikuti kurva pertumbuhan S, melanjutkan pertumbuhan—tapi dari titik awal lebih tinggi akibat akselerasi tinggi selama pandemi. Frost & Sullivan menambahkan, penetrasi e-commerce akan tumbuh di pasar ritel Indonesia tanpa mengindikasikan laju mundur atau stagnan.
Kemudian, startup pengiriman makanan dan media digital (video OTT, gim, musik, iklan) juga sudah kembali ke trendline setelah pertumbuhan signifikan. Sementara itu, sektor perjalanan dan transportasi diperkirakan mengikuti tren pemulihan.