Jakarta, FORTUNE - Bagaimana prospek respons pasar terhadap rencana Spin Off anak usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO)? Lalu, bagaimana dampaknya?
Sebelumnya, berdasarkan prospektus, rencana transaksi pemisahan anak usaha ADRO, PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) diproyeksi mencapai sekitar US$2,45 miliar sampai dengan US$2,63 miliar.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rizkia Darmawan menyebut, pada kisaran itu, AAI dinilai pada rasio price to earning tahunan 1,3–1,4 kali pada semester I 2024, yang lebih rendah dari rata-rata perusahaan sejenis saat ini (4–6x).
"Kami yakin harga penawaran AAI akan dianggap tidak terlalu tinggi oleh pasar, terutama jika dikombinasikan dengan pandangan pasar yang menguntungkan terhadap bisnis batu bara ADRO, yang memiliki pangsa pasar solid, kehadiran ekspor kuat, dan manajemen biaya yang efisien," kata Darma dalam risetnya.
Senada, Stockbit Sekuritas memproyeksikan AAI diperdagangkan pada valuasi 1,8–2 kali P/E 2024. Angka itu dilandasi oleh harga wajar AAI dan laporan keuangan per paruh I 2024, serta mengecualikan laba tak berulang (US$322,9 juta). Estimasi itu jauh berada di bawah perusahaan batu bara lain, yakni ITMG dan PTBA, yang masing-masing dipedagangkan dengan proyeksi valuasi P/E 2024 sebesar 7,04 kali dan 7,71 kali.
Kemarin, saham ADRO memang sempat melonjak 13,6 persen di sesi perdagangan pertama dan ditutup meningkat 9,4 persen.
Darma menilai, respons pasar yang positif kemarin ditopang oleh ekspektasi dividen tunai yang jauh lebih tinggi dari ADRO, yang berpeluang didorong oleh dividen khusus dari transaksi spin off. Menurutnya, jika terwujud, maka akan ada katalis tambahan bagi investor yang mempertimbangkan untuk berpartisipasi dalam penawaran saham AAI.
"Sementara, etimasi awal kami, yang tidak memperhitungkan dividen khusus, menunjukkan dividen tunai sebesar Rp305–Rp380 per saham untuk 2024. Dividen aktual bisa melebihi angka-angka ini jika dividen khusus terwujud," jelasnya.
Dampak rencana transaksi spin off anak usaha ADRO
MASI melaporkan, ADRO berpeluang membutuhkan dana untuk mendukung proyek energi hijaunya. Itu termasuk pembangkit listrik tenaga air Mentarang Induk yang berkapasitas 1.375 MW di Kalimantan Utara. Harapannya, fasilitas itu bisa mulai beroperasi pada 2030. Proyek lainnya adalah pengembangan industrialisasi rantai pasokan panel surya di Indonesia, yang terdiri dari Solar PV dan BESS.
Adapun, AAI berkontribusi 89 persen terhadap kinerja keuangan ADRO dan 105 persen dari laba bersih. Oleh karena itu, ke depannya, MASI melihat potensi investor menilai kembali harga saham ADRO dalam waktu dekat bergantung pada pembaruan transaksi spin off dan berapa banyak saham AAI yang ADRO pertahankan.
Selain itu, secara fundamental, investor dinilai akan mulai melihat ADRO sebagai perusahaan energi terbarukan, yang bisa menjamin kelipatan valuasi lebih tinggi walaupun terjadi pemisahan pendapatan utama dan penghasil laba bersihnya.
"ADRO dapat dilihat lebih sebagai perusahaan induk atau investasi, yang bisa membuat rasio P/E menurun dari 4,9 kali saat ini," kata Darma.
Lebih lanjut, Stockbit Sekuritas menilai, transaksi itu juga berpotensi menguntungkan Saratoga Investama Sedaya (SRTG) sebagai pemegang sekitar 15 persen saham ADRO. Sebab, SRTG berpeluang mengantongi dividen spesial dari rencana pemisahan AAI. Selain itu, SRTG pun akan mendapat opsi untuk ikut serta dalam penawaran saham AAI.
Namun, pada Jumat (13/9), saham SRTG melemah 8,33 persen ke harga Rp2.530 di akhir perdagangan sesi I. Begitu pula dengan ADRO yang harganya turun 3,64 persen.
Dalam jangka pendek, MASI memang memproyeksikan koreksi harga ADRO. RUPSLB pada 18 Oktober 2024 yang akan membahas rencana spin off ADRO akan jadi momen penting.