Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan penghimpunan dana (nilai emisi) Pasar Modal berjumlah Rp247,06 triliun secara year to date per 28 Desember 2023. Itu berasal dari 203 jumlah emisi.
Angka itu menurun dari penghimpunan dana atau emisi sepanjang 2022 yang berjumlah Rp267,73 triliun dari 233 emisi sepanjang 2022. Namun, menurut Kepala Departemen Perizinan Pasar Modal OJK, Luthfy Zain Fuady, nilai emisi itu masih bisa bertambah karena masih tersisa satu hari perdagangan di 2023.
“Karena hari ini kami di OJK juga masih berencana memberikan beberapa pernyataan efektif. Jadi nanti angkanya total di akhir 2023, lebih dari Rp247 triliun dana yang dihimpun ya,” jelas Luthfy di Konferensi Pers Penutupan Perdagangan, Jumat (29/12) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sejalan dengan itu, kapitalisasi pasar (market cap) pasar modal pun menyentuh Rp11.762 triliun. Angka itu bertumbuh 23,82 persen (ytd) per 28 Desember, dibandingkan akhir 2022 yang mencapai Rp9.499 triliun.
OJK pun membukukan jumlah dana Securities Crowdfunding (SCF) senilai Rp1,04 triliun dari 493 penerbit UMKM. Itu meningkat dari capaian di 2022, yakni Rp735,76 miliar dari 340 penerbit.
“Itu melibatkan sekitar 167.000-an pemodal yang membantu pendanaan UMKM lewat SCF melalui 16 platform yg diberi izin oleh OJK,” kata Luthfy.
Dari segi IPO, ada 79 emiten baru yang masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2023, yang berhasil menghimpun dana senilai Rp54,14 triliun.
Di saat yang sama, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) melaporkan total investor pasar modal bertumbuh 17,16 persen (YoY) sepanjang 2023 menjadi 12,15 juta dari 10,31 juta pada 2022. Pada 2024, investor baru dibidik meningkat 2 juta lagi.
Selama empat tahun terakhir ini, total investor di pasar modal bertumbuh lima kali lipat sejak prapandemi pada 2019. Saat itu, pasar modal hanya mempunyai 2,48 juta investor.
Penurunan nilai aktiva bersih reksa dana
Lebih lanjut, dari segi pengelolaan investasi, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana mencapai Rp494,56 triliun, lebih rendah 2,04 persen (ytd) per 22 Desember 2023 dari Rp504,86 triliun pada 2022.
Jumlah dana kelolaan atau asset under management (AUM) pun menurun 2,39 persen (ytd) per 22 Desember, dari Rp827,54 triliun menjadi Rp807,75 triliun.
Menurut Luthfy, salah satu penyebab penurunan itu adalah turunnya jumlah produk. Per 22 Desember 2023, total produk reksa dana menurun 12,36 persen (ytd) dari 2.120 produk menjadi 1.858 produk.
“Ada juga pengaruh dari berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, ada treatment perpajakan di situ sehingga ada beberapa jenis investor yang memperoleh treatment khusus, sehingga dia lebih baik hold sendiri daripada dititipkan lewat manajer investasi,” jelasnya.
Ditambah dengan pembatasan yang OJK lakukan terhadap MI dalam membuat produk baru. Luthfy menilai, itulah hal-hal yang menyebabkan NAB dan AUM tidak tumbuh sesuai ekspektasi.