Pasokan Berlebih, Emiten Perunggasan Bisa Ambil Peluang Ekspor

Analis yakin ekspor bisa jadi katalis bagi sektor unggas.

Pasokan Berlebih, Emiten Perunggasan Bisa Ambil Peluang Ekspor
Pedagang daging ayam melayani pembeli di Pasar Induk Rau, Serang, Banten, Selasa (7/6). (ANTARAFOTO/Asep Fathulrahman)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Emiten sektor perunggasan punya peluang besa memanfaatkan pasar ekspor di tengah kebijakan larangan ekspor ayam Malaysia. Sebab, ketahanan pangan telah jadi sorotan pasar global akibat inflasi pangan yang terbilang tinggi tiga bulan berturut-turut.

“Kami meyakini kondisi oversupply daging ayam di Indonesia memberikan ruang optimisme, karena memungkinkan swasembada konsumsi ayam domestik, dengan potensi memanfaatkan pasar ekspor,” jelas Analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano dalam riset, dikutip Senin (13/10).

Rata-rata Indeks Harga Pangan FAO (FPPI) mencapai 157,4 poin per Mei 2022 (+23 persen, YoY), dengan rata-rata indeks daging 122,0 poin (+14 persen, YoY). Karena hal itu, beberapa pemerintah dunia melarang ekspor komoditas—termasuk Malaysia yang memboikot ekspor ayam ke negara tetangga seperti Singapura.

Kondisi ini membuka peluang bagi para emiten perunggasan Indonesia yang ingin menjajaki pasar ekspor. Menurut Victor, ekspor dapat menjadi solusi baru pengganti pemusnahan pasca ramadan dan idulfitri, yang bertujuan mengatasi problem kelebihan pasokan.

Tantangan bagi emiten perunggasan

Japfa Comfeed atau JPFA. (Website Japfa Comfeed)

Meski begitu, Indonesia secara historis belum bisa mengekspor ayam karena tingginya harga. “Namun, kami melihat kesenjangan semakin berkurang, dengan harga ayam Indonesia yang lebih kompetitif," kata Victor.

Selain masalah jam terbang ekspor, para emiten perunggasan juga harus mewaspadai wabah flu burung. Itu telah merugikan industri unggas selama beberapa waktu, karena mengganggu pasokan sehingga menekan permintaan.

Di tengah harga unggas yang merangkak naik, wabah itu lebih berdampak pada sisi penawaran ketimbang permintaan. “Selain Covid-19 dan masalah ketahanan pangan, perbedaan wabah saat ini dan di masa lalu adalah jumlah korban manusia,” imbuh Victor.

Secara keseluruhan, ia melabeli sektor perunggasan dengan ‘overweight’ karena diperdagangkan di bawah rata-rata valuasi lima tahun. Pemanfaatan pasar ekspor dapat menjadi katalis positif bagi sektor tersebut.

Ihwal saham pilihan, BRI Danareksa Sekuritas lebih memilih JPFA ketimbang CPIN. “Dari sudut pandang penilaian,” pungkasnya. 

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

IDN Channels

Most Popular

Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya
Cara Menghitung Dana Pensiun Karyawan Swasta, Ini Simulasinya
Konsekuensi Denda Jika Telat Bayar Cicilan KPR, Bisa Disita
Investor Asing Hengkang dari Pasar Obligasi Asia pada Desember 2024
Cara Mengurus Sertifikat Tanah Hilang, Biaya, dan Prosedurnya