Jakarta, FORTUNE - Jelang IPO GoTo tahun depan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22/POJK.04/2021 tentang Multiple Voting Shares (MVS) atau Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM) pada awal pekan ini menyusul proses penggodokan sejak awal tahun.
Maklum, implementasi klasifikasi saham dengan hak suara multipel tersebut bertujuan mengakomodasi emiten dengan inovasi baru dan tingkat pertumbuhan tinggi (new economy) agar melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). GoTo dan para unikorn Tanah Air termasuk dalam tipe emiten itu.
Apa itu SHSM? Mengutip Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo, Rabu (8/12), “(SHSM artinya) satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham yang memenuhi persyaratan tertentu.”
Mengapa OJK harus merilis aturan MVS demi menyokong IPO para perusahaan teknologi? Simak ulasan Fortune Indonesia berikut.
Makin Banyak Investor, Saham Pemilik Unikorn Makin Terdilusi
Tiap pencapaian ada harganya. Kalimat itu pas disematkan pada perusahaan teknologi kala melenggang ke pasar modal. Sebab, seiring pertambahan jumlah investor, saham pemiliknya kelak terdilusi. Tim pendirinya jelas bakal cemas. Khususnya jika mereka mengikuti sistem satu saham satu suara.
“Kalau seperti itu (satu saham satu suara), maka pada RUPS (pendiri) bisa keluar sendiri. Padahal idenya, penggeraknya dari mereka,” kata Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djajadi dalam Majalah Fortune Indonesia Edisi Ketiga yang bertajuk The Future of Commodity.
Di situ, aturan saham kelas ganda yang juga disebut multiple voting shares (MVS) atau SHSM jadi penting. Aturan itu bertujuan melindungi suara para pendiri perusahaan teknologi yang ingin go public. Kok bisa jadi tameng? Jelas, sebab struktur saham kelas ganda memuat jenis saham dengan hak suara berbeda. Alhasil, walaupun saham pendiri lebih sedikit, suaranya bisa berkali-kali lipat lebih besar.
“Sebagai contoh, pendiri mungkin hanya memiliki, misalnya, dua persen atau tiga persen saham. Tetapi, dalam pengambilan suara diberi bobot lebih. Ada rasio tertentu sehingga dalam pengambilan keputusan suara mereka lebih dari 50 persen,” jelas Sarjana Ekonomi jebolan Universitas Gadjah Mada itu.
Struktur saham kelas ganda telah jadi kelaziman di bursa global. Makanya sejumlah nama beken sektor teknologi seperti Alphabet yang menaungi Google, Uber Technologies Inc, Facebook, Pinterest, Lyft, Zoom, Alibaba, hingga induk perusahaan Shopee—SEA Group—tercatat memanfaatkannya saat menggelar penawaran saham perdana (IPO).
Melansir Antara, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia, Budi Frensidy menilai, aturan MVS atau SHSM dapat menjaga laju inovasi agar tetap sesuai visi pendiri—tanpa terganggu campur tangan investor asing.
Tetap Melindungi Investor Publik
Kerugian dapat mendera investor ritel perusahaan dengan struktur SHSM dalam jangka pendek. Di sisi lain, bila pengelolaan perusahaan tepat dan berhasil mencapai level kematangan sempurna dalam jangka panjang, investor akan memetik buah manis.
Permasalahannya, bagaimana bila pendiri menyalahgunakan kekuasaan? “Selesai (sudah) perusahaannya itu,” kata Danny Eugene, analis yang menjabat sebagai Head of Product InvestasiKu—produk dari PT Mega Capital Sekuritas pada akhir Agustus. “Kalau fundamentalnya sudah mulai jelek, ya kita (investor ritel) jual saja.”
Untuk itu, POJK MVS mengatur beberapa poin guna memproteksi investor publik. Berikut perinciannya:
- Jangka waktu penerapan MVS/SHSM maksimal 10 tahun, dapat diperpanjang satu kali dengan periode paling lama 10 tahun—dengan persetujuan Pemegang Saham Independen dalam RUPS.
- Tiap pemegang SHSM tak boleh mengalihkan sebagian/seluruh SHSM selama dua tahun setelah Pernyataan Pendaftaran efektif.
- SHSM memiliki hak suara yang setara dengan saham biasa pada mata acara tertentu dalam RUPS.
- Pada tiap RUPS, jumlah saham biasa yang hadir di RUPS minimal mewakili 1/20 dari jumlah seluruh hak suara saham biasa milik investor selain pemegang SHSM.