Jakarta, FORTUNE - Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI) memproyeksikan volume penjualan mobil industri Otomotif hanya mencapai sekitar 900.000 unit sepanjang 2024.
Estimasi itu di bawah perkiraan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada 2024, yakni 1,1 juta unit mobil. Mengapa demikian?
Pertama, berkaca dari melemahnya permintaan pada kuartal I 2024. Berdasarkan data Gaikindo, penurunan penjualan wholesales mencapai 23,9 persen (YoY) menjadi 215.069 unit, dari 282.601 unit pada kuartal I 2023. Sementara pada penjualan ritel, koreksinya mencapai 14,9 persen (YoY) dari 271.423 unit menjadi 230.778 unit.
Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Christopher Rusli memproyeksikan koreksi penjualan mobil masih berlanjut pada kuartal II 2024. Itu karena sikap wait and see di pasar.
"Kalau kami estimasikan, di paruh pertama mungkin [volume penjualan mobil] di angka 400.000-an saja," katanya saat ditemui di Pacific Century Place, Senin (6/5).
Sementara itu, sekitar 500.000 unit mobil diprediksi akan terjual pada semester II 2024. Landasannya adalah ekspektasi penurunan suku bunga pada kuartal IV 2024 sehingga akan berdampak positif terhadap penjualan mobil baru dan bekas. Namun, hal itu juga akan bergantung dengan daya beli konsumen.
"Harapannya [juga] kuartal III mulai pemulihan, tapi tergantung dengan daya beli juga. Apa cukup kuat untuk mendorong penjualan mobil baru?" Kata Christopher lagi. "Kami harap angka ini bisa lebih tinggi lagi dari segi daya beli dan data ekonomi. Apalagi setelah pemilu umumnya penjualan mobil akan naik."
Adapun, Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto memprediksi The Fed akan menurunkan suku bunga mulai September 2024 sebanyak dua atau tiga kali. Jika itu terjadi, maka sudah tentu Bank Indonesia (BI) akan merepons lewat kebijakan suku bunganya.
"Kemarin kenaikan [suku bunga BI] semata-mata agar nilai tukar rupiah tak terlalu melemah signifikan, sehingga dengan ekspektasi itu, kami memproyeksikan BI bisa turunkan suku bunga 2 kali pada kuartal IV menjadi 5,75 persen," jelas Rully di kesempatan yang sama.
Namun demikian, langkah The Fed dan BI akan berkaitan erat dengan kondisi ekonomi makro serta pembaruan data ekonomi Amerika Serikat (AS) ke depannya.