Jakarta, FORTUNE - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyuspensi saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) untuk sementara pada Senin (22/1), sejalan dengan adanya kenaikan harga kumulatif secara signifikan.
"Dalam rangka cooling down sebagai bentuk perlindungan bagi investor, PT BEI memandang perlu untuk melakukan penghentian sementara saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) pada perdagangan tanggal 22 Januari 2024," tulis Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI, Yulianto Aji Sadono dan Kepala Divisi Pengaturan & Operasional Perdagangan BEI, Pande Made Kusuma Ari A dalam keterbukaan informasi, Senin.
Adapun, penghentian sementara perdagangan saham Dian Swastatika Sentosa itu berlaku di pasar reguler dan pasar tunai. Tujuannya, memberi waktu yang memadai bagi pelaku pasar untuk mempertimbangkan secara matang keputusan investasi di DSSA.
"Para pihak yang berkepentingan diharapkan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perseroan," kata BEI lagi dalam pengumumannya.
Pergerakan harga saham secara signifikan
Mengacu pada data Google Finance, Senin, sepanjang 2024, saham DSSA sudah meroket 84,42 persen dari Rp77.000 per saham pada 2 Januari, menjadi Rp142.000 pada Jumat (19/1).
Sejak kapan penguatan terjadi? Harga DSSA tercatat mulai meningkat signifikan pada 8 Januari. Dalam setahun terakhir, saham DSSA bahkan tercatat melesat 273,68 persen dari harga Rp38.000 per saham pada 19 Januari 2023.
Adapun, Dian Swastatika Sentosa, yang merupakan bagian dari Grup Sinar Mas, menutup perdagangan dengan penguatan 5,97 persen ke harga Rp142.000 per saham di hari Jumat lalu. Hal itu menjadikan DSSA sebagai saham dengan harga termahal di BEI saat ini.
Saham DSSA sendiri memiliki rasio price to earning (P/E) sebesar 14,06 kali, sedangkan rasio price to book value (PV) DSSA adalah 5,54 kali. Kapitalisasi pasar DSSA tercatat berjumlah Rp109,5 triliun di waktu yang sama.
Dari segi kinerja, Dian Swastatika Sentosa membukukan laba bersih senilai Rp375,82 miliar. Angka itu naik dari Rp348,74 miliar di periode serupa pada 2022. Tapi, pendapatan usaha perseroan menurun dari Rp4,15 triliun menjadi Rp4,09 triliun.