Jakarta, FORTUNE - PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA), terancam delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan juga berencana menjual sebagian aset akibat kinerja keuangan yang terus memburuk selama pandemi, untuk kebutuhan pembayaran utang, annual listing fee dan audit.
Sebagai catatan, BEI telah menyuspensi saham BUVA selama enam bulan. Pada 16 Juli 2023, pembekuan perdagangan itu akan memasuki bulan ke-24.
Dalam keterbukaan informasi kepada BEI, Senin (21/2), BUVA mengaku begitu terpukul sejak pandemi Covid-19 sehingga nilai penjualan anjlok dari Rp612,7 miliar pada 2019, Rp67,9 miliar pada 2020 atau turun 88,92 persen dan Rp61,4 miliar pada 2021 yang juga melemah 9,55 persen. Penyebabnya yak lain karena tingkat hunian hotel yang begitu rendah di Bali dan DKI Jakarta.
Ketidakpastian itu masih akan berlangsung sampai tahun ini. “Sangat sulit bagi kami untuk memberikan gambaran kinerja dalam satu tahun ke depan pada saat ini karena akan sangat tergantung kepada perkembangan pandemi dan waktu yang diperlukan untuk pemulihan,” jelas Corporate Secretary BUVA, Benita Sofia.
Menjual aset demi bayar kewajiban
Selain masalah keuangan dan, emiten hotel Franky Tjahyadikarta itu juga dikenakan sanksi administratif senilai 150 juta akibat belum menyetorkan laporan keuangan kuartal ketiga 2021.
Namun, BUVA sendiri mengaku belum bisa memenuhi seluruh kewajiban kepada pemangku kepentingan secara lancar dan harus menyesuaikan dengan arus kas yang ada.
“Kami prioritaskan kebutuhan pembayaran untuk kelangsungan operasi dari hotel-hotel kami,” jelas Benita.
Saat ini, ada empat hotel BUVA yang masih beroperasi, yakni Alila Villas Uluwatu, Alila Ubud, Alila Manggis di Bali; serta Alila SCBD di Jakarta. Adapun entitas anak yang masih berupa proyek, yaitu Bintan (PT Bukit Lagoi Villa) dan condotel The Cliff (PT Bukit Nusa Harapan).
Demi memenuhi kewajiban, BUVA juga akan menjual aset pada kuartal kedua 2022. Nantinya, dana yang terhimpun dari transaksi itu akan digunakan untuk membayar pinjaman bank, annual listing fee, dan audit.
Kendala dalam pemulihan kinerja
Di tengah upaya pemulihan, BUVA harus berhadapan dengan kendala utama: tingkat hunian hotel yang sangat rendah—hanya 12–14 persen pada 2021. Hal ini tak lepas dari banyaknya pembatasan mobilitas yang menyebabkan wisatawan asing sulit mengunjungi Indonesia di tengah pandemi, mengingat mereka adalah konsumen utama perseroan.
Guna menyikapi kondisi itu, BUVA mengklaim telah melakukan langkah-langkah berikut:
- Melakukan upaya pemasaran secara terfokus, inovatif, dan efisien.
- Mengurangi biaya operasi, termasuk biaya tenaga kerja.
- Menunda pengeluaran modal.
- Mengatur modal kerja yang sangat minim dengan baik.
“Semua pemegang saham mayoritas dan/atau pengendali masih berkomitmen terhadap kelangsungan usaha perseroan,” imbuh Benita.