Terancam Didepak dari Bursa AS, Alibaba Buka Suara

Alibaba terancam delisting karena tak penuhi syarat audit.

Terancam Didepak dari Bursa AS, Alibaba Buka Suara
Kantor Pusat Alibaba di Beijing. Alibaba Group Holding Limited adalah perusahaan e-commerce Cina yang didirikan pada tahun 1999 oleh Jack Ma. Shutterstock/testing
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Alibaba Group Holding Ltd (BABA) terancam terdepak dari Bursa New York (NYSE), setelah mauk ke dalam daftar pantauan delisting oleh Security and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat (AS). Raksasa e-commerce Tiongkok itu pun buka suara.

“Kami akan terus memantau perkembangan pasar, memathui undang-undang dan peraturan yang berlaku dan berusaha mempertahankan status pencatatan di NYSE dan Bursa Efek Hong Kong,” kata Alibaba kepada Bursa Hong Kong, Senin, dikutip dari Reuters.

Selain kabar delisting, perusahaan juga dikabarkan tengah mempertimbangkan pengajuan listing utama kedua di Bursa Hong Kong. Sebelumnya, titan teknologi Cina itu telah merampungkan pencatatan sekunder di Hong Kong pada 2019, setelah melantai di NYSE pada 2014.

Pada Jumat lalu, SEC menginput nama Alibaba dalam daftar berisi lebih dari 270 perusahaan Cina yang terancam delisting karena tidak memenuhi persyaratan audit.

Akibat kabar itu, saham Alibaba di Hong Kong pun terpangakas 4,5 persen di awal perdagangan Bursa Hong Kong, menyusul pelemahan 11,19 persen BABA di NYSE akhir pekan lalu (waktu setempat).

Tentang tindakan SEC terhadap Alibaba

Fasilitas pusat data Alibaba Cloud. (Alibaba)

Langkah SEC terhadap Alibaba termasuk dalam kebijakan Holding Foreign Companies Accountable Act (HFCAA), bertujuan mengatasi masalah jangka panjang kepatuhan audit perusahaan-perusahaan Cina yang melantai di bursa AS.

Jika para emiten itu gagal mematuhi standar audit AS selama tiga tahun berturut-turut, maka mereka harus hengkang dari bursa negara itu.

Menurut Alibaba, setelah masuk dalam daftar HFCAA pekan lalu, artinya kini mereka menyandang status ‘non-inspection year’ pertama. Adapun, tahun nir-inspeksi merujuk pada tiap tahun saat SEC telah mengidentifikasi emiten telah mempertahankan kantor akuntan publik AS yang memenuhi kriteria regulator, untuk laporan audit atas laporan keuangan sesuai Exhange Act.

Sebelumnya, regulator AS telah menuntut akses penuh untuk mengaudit laporan kerja perusahaan Cina—yang melantai di New York—yang masih disimpan di negara asalnya. Di sisi lain, pemerintah Negeri Panda melarang keras regulator AS untuk memeriksa auditor emiten itu.

Melansir Fortune, selama dua tahun terakhir, Beijing dan Washington terlibat sengketa peraturan audit perusahaan Cina yang terdaftar di AS. Problem itu berawal pada 2022, ketika Cina dan Hong Kok menolak memberi restu kepada regulator AS untuk memeriksa pembukuan dan auditor perusahaan publik asal Cina di AS.

Ketua SEC, Gary Gensler pun meminta agar AS dan Tiongkok menyetujui langkah pemeriksaan itu setidaknya hingga akhir 2022.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024