Jakarta, FORTUNE – Produsen susu dan yoghurt, PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY), buka suara ihwal efek wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menjangkit ruminansia (hewan pemamah biak) terhadap pasokan bahan bakunya.
Menurut Direktur Utama Cimory, Farell Sutantio, ada sebagian partner peternak sapinya yang terkena dampak wabah PMK. Hal itu mempengaruhi sebagian produksi susu dari segi volume. “Karena, apabila ada sapi yang terkena maka produksi susunya berkurang,” ujarnya dalam paparan publik, Kamis (9/6).
Akan tetapi, kualitas dari produk Cimory diklaim tak terkena dampak sama sekali. Terlebih, perseroan memiliki standar mutu yang ketat.
Tercatat, pada kuartal pertama 2022, beban pemakaian bahan baku dan pengemasan CMRY tercatat meningkat 153,80 persen (YoY) dari Rp291,08 miliar ke Rp738,78 miliar.
Per 6 Juni 2022, Kementerian Pertanian melaporkan ada 81.880 ekor sapi yang terjangkit PMK. 524 di antaranya meregang nyawa, 28.538 sembuh, 607 dipotong dengan syarat, sedangkan 52.211 lainnya masih belum pulih. Kasus-kasus tersebut ditemukan di 163 kabupaten/kota.
Rencana masuk ke bisnis hulu
Untuk saat ini, Cimory tidak memiliki peternakan sendiri karena mengandalkan peternak dalam negeri. “Kami belum punya rencana masuk ke (bisnis) upstream, karena Cimory sendiri dari awal didirikan untuk bantu para peternak lokal,” jelas Farell.
Untuk mendukung pasokannya, Cimory menggandeng Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) nasional sebagai mitra. Selain itu, perseroan mengandalkan pasokan dari para peternak lokal dari daerah Cisarua (Puncak), Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Hingga kini, perseroan telah merangkul lebih dari 10 ribu mitra peternak susu kecil. Total volume pembelian susu dari para peternak itu melampaui 20 ribu ton. Di pasar ekspor, Cimory berkolaborasi dengan partner di Filipina. Bahkan, pertumbuhannya mencapai 20 hingga 30 persen.