Barclays Naikkan Proyeksi Harga Brent Jadi US$72 per barel Pada 2025

- Barclays menaikkan perkiraan harga minyak Brent menjadi US$72 per barel pada 2025 dan US$70 per barel untuk 2026.
- Ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran yang mereda menyebabkan premi risiko menyusut, sementara persediaan minyak mentah global menurun pada kuartal kedua.
- Barclays juga menaikkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global sebesar 260.000 barel per hari, dengan Amerika Serikat diprediksi akan tumbuh sebesar 130.000 barel per hari pada tahun ini.
Jakarta, FORTUNE- Barclays menaikkan perkiraan harga minyak Brent sebesar US$6 menjadi $72 per barel pada 2025 dan US$70 per barel untuk 2026 seiring dengan prospek permintaan yang membaik.
Ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran yang telah mereda karena gencatan senjata yang dimediasi AS menyebabkan premi risiko menyusut. “Respons harga telah mencerminkan fundamental yang lebih baik dari yang diharapkan, menurut pandangan kami," kata analis Barclays dalam catatannya dikutip dari Reuters, Jumat (4/7).
Meskipun terjadi peningkatan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia (OPEC+), persediaan minyak mentah global menurun pada kuartal kedua, kata Barclays.
Prospek neraca yang lebih ketat itu sebagian terdorong oleh pertumbuhan permintaan, pertumbuhan pasokan non-OPEC yang lebih rendah, dan revisi ke atas estimasi permintaan dasar oleh Badan Energi Internasional (IEA).
Barclays juga menaikkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global sebesar 260.000 barel per hari, yang sebagian besar berasal dari negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). "Permintaan datang lebih kuat dari yang kami perkirakan," ujar analis Barclays.
Barclays kini memperkirakan permintaan minyak di Amerika Serikat akan tumbuh sebesar 130.000 barel per hari pada tahun ini — sekitar 100.000 barel per hari lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya. Revisi ini dipicu oleh lonjakan permintaan terkait kondisi cuaca ekstrem pada awal tahun, meskipun bank tetap memperkirakan adanya perlambatan bertahap dalam aktivitas ekonomi ke depan.
Pasokan Minyak
Dari sisi pasokan, Barclays memperkirakan OPEC+ akan melanjutkan pencabutan pemangkasan produksi sukarela dengan tingkat kecepatan yang lebih tinggi. Namun, peningkatan produksi aktual kemungkinan tetap tertinggal.
Hal ini disebabkan, adanya tekanan terhadap beberapa negara anggota OPEC+ untuk menahan laju produksi mereka sebagai kompensasi atas kelebihan produksi pada periode sebelumnya.
"Pada periode antara Maret dan Mei 2025, target produksi OPEC+ meningkat sebesar 548.000 barel per hari. Namun, produksi aktual kelompok ini sebagian besar tetap datar, yang menghasilkan tingkat kepatuhan agregat yang lebih baik," ujar Barclays.
Sebelumnya, Bank investasi raksasa, Morgan Stanley,merilis proyeksi bearish untuk harga minyak dunia. Harga minyak mentah Brent diramalkan melemah secara signifikan hingga menggapai level US$60 per barel pada awal 2026.
Prediksi ini didasarkan pada dua faktor utama: pasokan pasar yang kuat dari negara-negara non-OPEC dan meredanya risiko geopolitik menyusul de-eskalasi konflik Israel-Iran.
Dalam catatan riset yang dirilis Selasa (1/7), Morgan Stanley memperkirakan adanya pertumbuhan pasokan yang kuat dari produsen di luar aliansi OPEC+ sekitar 1 juta barel per hari (bph) setiap tahun selama periode 2025-2026.
"Jumlah ini akan cukup untuk memenuhi pertumbuhan permintaan pada periode tersebut," demikian Morgan Stanley. Bank tersebut bahkan memprediksi akan terjadi kelebihan pasokan (over-supply) sekitar 1,3 juta barel per hari pada 2026.
Proyeksi pelemahan harga ini sejalan dengan langkah Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) yang mulai melonggarkan pemotongan produksi. OPEC+ dilaporkan akan kembali menaikkan kuota produksi pada Agustus mendatang.