Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dampak Penurunan Tarif AS ke Pasar Saham, Ini Sektor yang Disoroti

candlestick pada saham adalah
ilustrasi candlestick saham (unsplash/rc.xyz nft gallery)

Jakarta, FORTUNE - Bagaimana dampak penurunan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia terhadap pasar modal? Sektor apa saja yang berpotensi memanfaatkan peluang di balik kebijakan itu?

Panin Sekuritas menyoroti sektor sawit. Ada kans untuk meningkatkan daya saing ekspor Indonesia. Katalisnya terdapat pada tingkat tarif yang lebih rendah dari Malaysia (19 persen VS 25 persen), sehingga berpotensi mengurangi beban eksportir sawit.

Tim riset Panin Sekuritas mencatat, saat ini ekspor minyak sawit Indonesia ke AS berada di peringkat kelima, di bawah Cina, India, dan Pakistan. Pada 2024, ekspor minyak sawit Indonesia berjumlah 29,54 juta ton, dengan 2,22 juta ton di antaranya dikirim ke AS. GAPKI optimistis ekspor sawit Indonesia ke pasar AS dapat menembus 3 juta ton dalam waktu 2-3 tahun ke depan.

"Ke depan, kami melihat peningkatan ekspor Indonesia secara keseluruhan juga berpotensi meningkat, seiring dengan perbaikan ekonomi Cina dan pasokan sawit India yang sudah mulai menipis," demikian dikutip dari riset Panin Sekuritas Kamis (17/7).

Di sisi lain, Kiwoom Sekuritas Indonesia menyoroti 3 sektor yang berpotensi terdampak positif atas penurunan tarif AS kepada Indonesia, yakni energi, mineral, serta pangan dan agrikultur.

Untuk energi, Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia menjelaskan, komitmen pembelian energi AS dalam kesepakatan dagang terbaru mencakup minyak dan LPG. Dus, sektor energi Indonesia seperti PT Pertamina akan mendapatkan pasokan baru. "Ini mendukung prospek PGAS, ADRO, PTBA, dan AKRA sebagai pengelola distribusi dan logistik energi," kata Liza, Kamis.

Bagaimana dengan sektor mineral? Kiwoom Sekuritas menggarisbawahi subsektor tembaga dan logam strategis.

Liza mencatat, Trump menyebut Indonesia kuat pada komoditas tembaga. Ia pun menyertakan klausul penalti atas transhipment Cina melalui Indonesia. Ditambah lagi, pada sektor mineral strategis, terdapat pengecualian dalam tarif AS. "Emiten seperti MDKA dan AMMN sangat mungkin berpeluang menjadi katalis positif jika rantai pasokan AS bergeser ke Indonesia," ujar Liza.

Terakhir, sektor pangan dan agrikultur dapat memanfaatkan kans di balik komitmen impor pertanian senilai US$4,5 miliar oleh Indonesia sebagai bagian dari hasil negosiasi dengan AS. Itu mencakup gandum, kedelai, dan jagung. Saham yang ia soroti di sektor ini, salah satunya: BISI.

Kendati demikian, pemain di sektor tersebut juga harus waspada akan faktor risiko yang juga akan timbul, seperti penurunan permintaan benih. Hal itu akan terjadi jika pemerintah dan industri pakan memilih memenuhi kebutuhannya lewat jagung impor murah dari AS.

Dampak bisa terbatas jika impor jagung dari AS hanya ditujukan untuk industri pakan ternak berskala besar, bukan menggantikan produksi petani lokal. "[Dan jika] Pemerintah tetap memberikan proteksi atau subsidi kepada petani jagung lokal, misalnya lewat harga pembelian pemerintah (HPP), bantuan benih, atau kredit," kata Liza.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us