DBS Pertahankan Saham dan Obligasi Sebagai Strategi Investasi di Q3

- DBS pertahankan rekomendasi obligasi sebagai aset investasi dalam kondisi stagflasi global.
- Bank DBS menurunkan peringkat obligasi Pemerintah menjadi netral untuk jangka 3-12 bulan, fokus pada kualitas A/BBB.
- Rekomendasi diversifikasi portofolio ke saham AS, Eropa, dan Asia (kecuali Jepang) serta emas sebagai alternatif investasi.
Jakarta, FORTUNE - Gonjang-ganjing geopolitik global diperkirakan masih akan memberikan dampak signifikan terhadap situasi perekonomian pada kuartal ketiga 2025. Di tengah situasi ini, investor dinilai perlu menata ulang strategi investasinya.
Di tengah situasi tersebut, Chief Investment Officer DBS Hou Wey Fook menyebut, obligasi bisa dipilih sebagai aset yang dapat diinvestasikan.
Menurut dia, manufaktur AS telah melambat sejak awal tahun, ditambah kejutan ekonomi mengecewakan seiring ketidakpastian perang dagang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan bisnis dan menghambat penyaluran belanja modal.
Perlambatan pertumbuhan itu pun berbarengan dengan risiko inflasi yang meningkat akibat gangguan rantai pasok, ketatnya pasar tenaga kerja, dan pertumbuhan suplai uang.
Maka dari itu, proyeksi laba AS diperkirakan bakal turun sedikit, dan tren serupa terjadi di Eropa dan Jepang. Sementara, Asia (di luar Jepang) justru menunjukkan kekuatan dengan proyeksi pertumbuhan laba 2025 sebesar 12,4 persen.
"Pertahankan preferensi terhadap obligasi dibandingkan saham dalam konteks stagflasi. Kenaikan tajam pada Treasury dan JGB tenor panjang mencerminkan inflasi yang membandel akibat ketidakpastian tarif, ketatnya pasar tenaga kerja, dan pertumbuhan suplai uang," kata Hou dalam risetnya, Selasa (8/7)
Bank DBS menurunkan peringkat obligasi pemerintah menjadi netral untuk jangka tiga bulan hingga 12 bulan. Selain itu, ia mengingatkan agar investor tetap fokus pada kualitas di level A/BBB dan gunakan strategi duration barbell dengan eksposur 2-3 tahun dan 7-10 tahun peringkat investasi.
Bank DBS juga memberikan strategi Liquid+ 2-3 tahun untuk kondisi stagflasi. Sementara untuk high yield (HY), Hou tidak merekomendasikan karena risiko pelebaran spread.
Selain obligasi yang merupakan aset tergolong aman, Bank DBS merekomendasikan investor mendiversifikasi portofolio investasinya aset ke saham. Hou menyebut, momentum teknologi bakal menjadi pendorong untuk mengimbangi sector non-teknologi di pasar saham AS. Ia pun merekomendasikan slight underweight, karena di satu sisi ada potensi pelemahan dolar.
Namun untuk saham Eropa, Hou merekomendasikan overweight karena kekhawatiran atas keberlanjutan fiskal AS yang mendorong pergeseran alokasi serta belanja pertahanan yang meningkat.
Sementara untuk saham Asia, Kecuali Jepang tetap menarik sebagai deep value play dengan diskon 33 persen terhadap DM dan pertumbuhan laba yang kuat.
Bank DBS juga menyebut emas sebagai aset yang bakal bertahan dari semua kebijakan Trump. Dengan begitu, investor bisa menjadikannya sebagai alternatif investasi.