Laba Bersih Bumi Resources (BUMI) Melonjak 212% di 2022, Ini Sebabnya
BUMI mencatat pendapatan US$8,53 miliar tahun lalu.
Jakarta, FORTUNE - Emiten batu bara Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mencatat pertumbuhan kinerja sepanjang 2022. Laba bersih perusahaan tercatat naik 212 persen menjadi US$525,27 juta atau mencapai Rp7,92 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya US$168 juta.
Berdasarkan kinerja keuangan perseroan, sepanjang 2022 BUMI mencatat pendapatan US$8,53 miliar atau sekitar Rp128,7 triliun, tumbuh 57 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$5,41 miliar.
Naiknya pendapatan inimenyebabkan beban pokok perseroan tumbuh 52 persen menjadi US$6,12 miliar. Meski begitu, perusahaan masih mampu mencetak kenaikan laba kotor sebesar 74 persen menjadi US$2,40 miliar.
Di sisi lain, laba usaha perusahaan juga berhasil tumbuh 86 persen menjadi US$2,06 miliar diikuti kenaikan marjin laba menjadi 24,2 persen, lebih tinggi bila dibandingkan 2021 yang sebesar 20,5 persen.
Di sisi lain, perseroan juga membukukan laba sebelum pajak US$1,86 miliar atau tumbuh 89 persen serta laba yang diatribusikan kepada entitas induk US$525,3 juta.
Tahun tantangan
Manajemen mengungkapkan, 2022 memiliki sejumlah tantangan unik seperti hujan lebat yang terus menerus sejak akhir 2021, krisis energi, yang diperburuk oleh perkembangan geopolitik.
"Kekhawatiran akan resesi, dan ketidakstabilan keuangan baru-baru ini yang berpotensi menyebabkan gangguan ekonomi lebih lanjut," tulis manjamen BUMI dalam keterangannya, Rabu (29/3).
Tarif royalti untuk anak usaha perseroan, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan Arutmin meningkat menjadi 14 persen untuk pasar domestik dan hingga 28 persen untuk ekspor – dengan harga batubara di atas US$100 per ton dibandingkan flat 13,5 persen di tahun-tahun sebelumnya.
Dari sisi kinerja operasional, BUMI mencatat volume penjualan batu bara sebesar 69,4 metrik ton (MT) turun 12 persen dibandingkan 2021 yang mencapai 79,0MT. Penjualan tersebut berasal dari KPC sebesar 48,2MT atau turun 15 persen serta Arutmin sebesar 21,2MT yang juga menurun sebesar 4 persen secara tahunan.
Batubara yang ditambang pada 2022 tercatat turun menjadi sebesar 71,9MT dibandingkan tahun sebelumnya 78,8 MT. Rinciannya, batu bara yang ditambang KPC turun 9 persen, sementara Arutmin turun sebesar 3 persen secara tahunan.
"Penyebab utama adalah La Nina - Hujan terus-menerus sepanjang tahun yang mempengaruhi output sebesar 9 persen year-on-year)," kata manajemen.
Harga batu bara naik
Meski realisasi produksi mengalami penurunan, realisasi harga batu bara di 2022 melonjak 80 persen secara tahunan menjadi US$121,0 per ton dari US$67,4 per ton di 2021 mampu mendorong kinerja perseroan.
Sementara itu, biaya produksi mengalami kenaikan dari US$37,1 per ton di 2021 menjadi US$46,9 per ton di 2022 karena tingginya harga minyak dan tingginya ratio pengupasan (stripping ratio). Sedangkan inventory akhir tahun meningkat sebesar 3,5 MT, dibandingkan 1,5 MT secara tahunan untuk mengoptimalkan modal kerja.