3 Hal yang Perlu Diwaspadai Sebelum Berinvestasi Aset Kripto
Hati-hati dengan penawaran investasi aset kripto.
Jakarta, FORTUNE - Masyarakat perlu mewaspadai tiga hal sebelum berinvestasi di aset kripto. Tujuannya agar tidak menjadi korban penawaran pedagang aset kripto yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
“Hati-hati dengan penawaran investasi aset kripto dengan keuntungan tetap karena ditunggangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L. Tobing, dalam keterangan resminya, Minggu (5/12).
Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah daftar pedagang kripto. Mereka harus mengantongi izin dari otoritas berwenang sesuai kegiatan usaha yang dijalankan, dalam hal ini Bappebti. Kedua, perlu memastikan pihak yang menawarkan produk investasi juga memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar. Terakhir, jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam penawarannya, pastikan apakah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak.
Menurutnya, kini banyak beredar penawaran investasi berbasis aplikasi tak bertanggung jawab karena memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat dengan menawarkan imbal hasil tak wajar, dan meminta penempatan dana terlebih dahulu.
Sebelumnya, SWI telah menghentikan satu entitas yang melakukan perdagangan aset kripto Vidy Coin dan Vidyx tanpa izin, yakni PT Rechain Digital Indonesia. Lembaga tersebut juga telah menghentikan lima kegiatan usaha yang diduga mempraktikkan money game dan tiga usaha robot trading tanpa izin.
Pinjol illegal
SWI telah menutup 3.734 perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal dari 2018 sampai November 2021. Jumlah pinjol ilegal yang ditutup ini bertambah 103 entitas dari data sebelumnya.
Tongam mengatakan, pemberantasan pinjol ilegal memerlukan kerja sama dari seluruh pihak, terutama masyarakat. Lebih baik meminjam pada usaha fintech lending yang terdaftar dan memiliki izin OJK jika perlu.
“Mendukung upaya proses penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian, kami terus melakukan pencegahan melalui patrol siber dan menutup entitas pinjol ilegal yang kembali kami temukan,” kata Tongam.
Minimnya literasi masyarakat
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan minat masyarakat terhadap aset kripto kini sangat tinggi. Sayangnya, itu tidak dibarengi literasi memadai.
Menurut OJK, tingkat literasi keuangan tidak tumbuh secepat tingkat inklusi keuangan, yakni hanya 38 persen pada 2019. “Namun, investasi ini bisa sangat berisiko tinggi karena hampir tidak ada nilai fundamentalnya,” ujarnya di tengah OJK-OECD Conference seperti dikutip Antara, Kamis (2/12).
Sejumlah regulator di dunia, kata Wimboh, telah mengungkapkan kondisi serius potensi pencucian uang dalam produk keuangan digital. “Otoritas keuangan perlu mencapai keseimbangan antara inovasi, mitigasi risiko, dan juga literasi konsumen,” katanya.