Negosiasi Nuklir AS-Iran Rem Lonjakan Harga Minyak Imbas Invasi Rusia
Harga minyak dunia turun sekitar 2 persen hari ini.
Jakarta, FORTUNE - Harga minyak turun sekitar dua persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB) menyusul lonjakan penjualan di tengah harapan persetujuan kesepakatan nuklir antara Amerika Serikat (AS) dan Iran—yang diperkirakan bakal menambah produksi di pasar global.
Melansir Antara, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei merosot US$2,47 atau 2,2 persen, menjadi US$110,46 per barel. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April terpangkas US$2,93 dolar atau 2,6 persen, dan ditutup di level US$107,67 per barel.
Meski demikian, selama sesi perdagangan, kedua kontrak acuan tersebut juga mengalami kenaikan harga level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Harga minyak Brent sempat melonjak ke angka US$119,84 AS per barel, tertinggi sejak Mei 2012. Sedangkan minyak WTI melesat ke US$116,57 per barel atau tertinggi sejak September 2008.
Gejolak harga tersebut merupakan dampak dari invasi Rusia ke Ukraina, yang dikhawatirkan mengganggu ekspor 4 hingga 5 juta barel per hari (bph) minyak mentah dari negeri Beruang Merah. Sebagai catatan, Rusia merupakan eksportir minyak terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi.
Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group mengatakan pasar minyak berada dalam "suasana eksplosif" atas meningkatnya kemarahan terhadap Rusia. "Orang-orang di dunia tidak ingin berurusan dengan negara yang melakukan kekejaman ini di Ukraina," ujarnya.
Sebelumnya, Amerika Serikat dan negara-negara Barat juga telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina. Tapi tindakan tersebut sejauh ini tidak menargetkan ekspor minyak dan gas Rusia. Putaran baru sanksi yang diumumkan oleh Gedung Putih pada Rabu (2/3) hanya melarang ekspor teknologi penyulingan tertentu, mempersulit Rusia untuk memodernisasi kilang minyak.
Di sisi lain, para pedagang tetap waspada terhadap minyak Rusia. Setidaknya 10 kapal tanker gagal menemukan pembeli pada Rabu (2/3). Kanada mengatakan akan menghapus status negara paling disukai Rusia dan Belarus sebagai mitra dagang, dan akan memberikan bantuan militer tambahan ke Ukraina.
Patokan global harga minyak Brent telah melonjak hampir 25 persen sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari. Spread enam bulan Brent juga mencapai rekor tertinggi lebih dari US$21 per barel, menunjukkan pasokan yang sangat ketat.
Kesepakatan nuklir AS-Iran
Baru-baru ini berbagai laporan menunjukkan kemajuan perundingan kesepakatan nuklir antara AS dan Iran yang dapat membawa lebih dari satu juta barel per hari minyak, atau sekitar 1,0 persen dari pasokan global, kembali ke pasar. Negosiasi tersebut telah berlangsung selama 10 bulan di Wina tempat diplomasi diyakini berada dalam tahap akhir pembicaraan.
Namun, pada Kamis (3/3), sebuah laporan yang dirilis Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pengawas nuklir PBB, menunjukkan stok uranium yang dikumpulkan oleh Iran melanggar kesepakatan nuklirnya pada 2015 ketika negara itu mendekati kemampuan untuk membuat bom nuklir. Untuk itu, Kepala IAEA Rafael Grossi akan mengunjungi Teheran, Sabtu (5/3), dalam upaya menyelesaikan masalah yang masih membelit.
"Perjalanan Grossi meningkatkan kemungkinan kebangkitan (kesepakatan nuklir) menjadi 70 persen dari 60 persen," kata konsultan Eurasia Group, mencatat "kesepakatan mungkin terjadi bulan ini dan segera dalam beberapa hari ke depan."
Kepala Eksekutif Rystad Energy, Jarand Rystad, mengatakan tambahan pasokan minyak yang bisa muncul dari kesepaktan AS-Iran itu mungkin hanya akan mengisi sebagian dari celah yang ditinggalkan oleh pembeli yang membatasi pembelian minyak Rusia, sekitar 8 persen dari total ekspor minyak global.
"Kami memperkirakan ekspor minyak Rusia akan turun 1 juta barel per hari sebagai dampak tidak langsung sanksi dan tindakan sukarela oleh perusahaan," ujarnya. "Harga minyak kemungkinan akan terus naik— berpotensi melampaui 130 dolar AS per barel."