Baru Saja Bergerak, Saham Air Asia Kembali Digembok Bursa
AirAsia menyebut berupaya memenuhi ketentuan saham beredar.
Jakarta, FORTUNE – Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali melakukan suspensi atau penghentian sementara perdagangan saham PT AirAsia Indonesia Tbk. Suspensi ini merupakan yang kedua kalinya terjadi pada saham emiten maskapai penerbangan tersebut.
Dalam pengumumannya, BEI mengatakan saham dimaksud mengalami peningkatan harga kumulatif. Untuk meredakannya, otoritas memandang perlu untuk melakukan suspensi mulai Rabu (12/1).
“Penghentian sementara perdagangan saham tersebut dilakukan di pasar reguler dan pasar tunai, dengan tujuan untuk memberikan waktu yang memadai bagi pelaku pasar untuk mempertimbangkan secara matang berdasarkan informasi yang ada dalam setiap pengambilan keputusan investasinya di saham AirAsia Indonesia,” demikian pernyataan bursa.
Berdasarkan data BEI, Senin (3/1), harga saham AirAsia mencapai Rp172 per unit. Namun, pada Selasa (11/1), harga saham emiten berkode CMPP itu Rp525 per unit atau naik 205,2 persen dalam waktu sepekan lebih sedikit.
Otoritas BEI melalui keterangan terpisah, Senin (10/1), menyatakan telah terjadi peningkatan harga saham CMPP di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA). Namun, menurut BEI, pengumuman UMA tersebut tidak serta merta menunjukkan terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di pasar modal.
Suspensi sebelumnya berlangsung sejak 2019
Saham AirAsia Indonesia sesungguhnya baru saja dibuka pada Senin (3/1) setelah disetop selama hampir tiga tahun atau sejak Agustus 2019. Penyetopan ini karena perseroan belum memenuhi ketentuan V.1 peraturan bursa No.1-A tentang ketentuan jumlah saham beredar minimum di publik (free float) mencapai 7,5 persen.
Dalam keterangannya, BEI menyebutkan bahwa pencabutan penghentian perdagangan saham CMPP bertujuan memberikan kesempatan kepada perseroan memenuhi ketentuan free float dimaksud dalam jangka waktu dua tahun.
Mengutip data BEI, jumlah kepemilikan saham masyarakat (kurang dari 5 persen) pada saham AirAsia Indonesia hanya mencapai 1,59 persen. Sedangkan, pengendali utama maskapai tersebut yakni PT Fersindo Nusaperkasa dan AirAsia Investment Ltd masing-masing 49,16 persen dan 49,25 persen.
Sementara itu, manajemen AirAsia dalam keterbukaan informasi, mengatakan rencana aksi korporasi dalam rangka memenuhi ketentuan free float telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham utama dan sedang dalam proses finalisasi. Perseroan berharap agar pada periode kuartal kedua 2022 suspensi akan dibuka sehingga saham perseroan bisa kembali diperdagangkan di pasar reguler.
Pemulihan kinerja sedang berlangsung
AirAsia Indonesia dalam keterangan sama menyampaikan soal pemulihan kinerjanya. Perseroan sudah mulai mengoperasikan penerbangan komersialnya sejak September 2021, dan secara berkala berencana membuka semua rute yang sebelumnya dioperasikan.
Menurut Head of Corporate Secretary AirAsia Indonesia, Indah Permatasari Saugi, perusahaan berusaha memulihkan kinerja dengan memaksimalkan berbagai peluang bisnis seperti kargo dan carter. Perseroan juga berupaya mengendalikan biaya di sejumlah lini dengan melakukan negosiasi ulang kepada para supplier dan stakeholder yang berhubungan dengan operasional perseroan.
“Perseroan berharap bisnis dapat segera pulih sehingga dapat berkontribusi lebih besar dalam memulihkan perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Pada triwulan III-2021, AirAsia rugi Rp1,65 triliun, bahkan lebih besar dari pendapatannya yang mencapai Rp487,42 miliar. Ekuitas perseroan tercatat negatif Rp4,53 triliun. Padahal, perusahaan punya kewajiban (liabilitas) Rp9,86 triliun.