Riset EY: Tren IPO Pasar Modal RI Positif, Meski Ekonomi Global Lesu
IPO positif di tengah prospek ekonomi RI yang bagus.
Jakarta, FORTUNE – Ernst & Young (EY) menyebutkan kinerja penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) pasar modal Indonesia masih positif sepanjang kuartal pertama tahun ini. Sementara itu, tren IPO di tingkat global pada saat bersamaan cenderung menurun.
Hingga triwulan pertama 2023, terdapat 30 perusahaan yang melakukan IPO di pasar modal Indonesia dengan penghimpunan dana mencapai US$828 juta.
Tahun lalu, pasar modal Indonesia mencatatkan jumlah kesepakatan IPO terbesar dalam sejarah dengan 59 IPO. PT GoTo Gojek Tokopedia YTbk menjadi IPO perusahaan publik terbesar. Penawaran ekuitas dari perusahaan teknologi tersebut mencapai Rp14 triliun rupiah.
EY menaksir positif prospek perekonomian Indonesia meskipun di tingkat global ada isu seperti resesi dan krisis perbankan Amerika Serikat. Perusahaan jasa profesional itu memprediksi produk domestik bruto (PDB) tumbuh 3,6–5,0 persen, serta inflasi stabil pada kisaran 3–4,0 persen.
Pemulihan ekonomi pun akan bertopang pada peningkatan belanja konsumen dan pemerintah, serta reformasi struktural dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Aturan tersebut diperkirakan membuat lingkungan bisnis yang lebih ramah bagi investasi swasta dan asing di Indonesia, serta menjadi kekuatan pendorong di balik perluasan sektor manufaktur Indonesia.
Per akhir Maret 2023, BEI mencatatakan 44 kandidat perusahaan terbuka. Dari jumlah tersebut, tiga sektor teratas menurut jumlah calon emiten adalah consumer non-cyclical sebanyak 11 calon emiten, 6 industri dasar, dan 6 sektor teknologi.
“Pasar IPO Indonesia diharapkan berjalan sehat dan aktif di sepanjang tahun 2023, dengan semakin banyak perusahaan dari profil dan sektor yang beragam memutuskan untuk go public,” kata EY Indonesia Strategy and Transactions Partner, Sahala Situmorang, dalam rilis pers yang dikutip Senin (17/4).
IPO global
Kinerja IPO pasar modal Indonesia tampak menjanjikan jika dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, Thailand mencatatkan 10 IPO dengan penghimpunan dana US$322 juta, Malaysia 10 IPO dengan dana US$238 juta, dan Singapura 1 IPO yang menghasilkan pendanaan US$15 juta.
Kinerja pasar IPO secara global pun dikatakan berada dalam situasi yang tidak mulus. Menurut catatan EY, sepanjang kuartal pertama 2023 hanya ada 299 transaksi IPO dengan pendanaan US$21 miliar. Angka tersebut masing-masing mengalami penurunan 8 persen dan 61 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Di tengah ketidakpastian makroekonomi, kondisi geopolitik yang terus berlanjut, dan diperburuk oleh tekanan pada sistem perbankan global, periode IPO berlalu begitu saja dan kondisi pendanaan semakin sulit dengan investor yang memprioritaskan nilai di atas pertumbuhan,” kata Pemimpin Global IPO EY, Paul Go.
Meski masih dibayangi ketidakpastian, menurut Paul, EY memprediksi kinerja IPO akan berubah secara positif menjelang akhir tahun ini.
Menurutnya, bisnis perlu menavigasi pengeluaran high-cost, serta menyesuaikan likuditasnya. Nantinya, begitu ada bukti pasar yang lebih stabil dengan kepastian yang lebih tinggi, kepercayaan investor akan kembali. Pada gilirannya, perusahaan terkemuka yang telah menunda rencana IPO dapat melanjutkan kembali rencananya, meskipun dengan valuasi yang lebih rendah.