Cinema XXI Pra-IPO: Sempat Tutup hingga 9 Bulan di 2020
Bos XXI, Hans Gunadi sempat cemaskan kelangsungan bisnis.
Jakarta, FORTUNE - IPO Cinema XXI atau PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk (CNMA) memasuki babak bookbuilding. Bila tertarik dengan saham milik jaringan bioskop terbesar se-Indonesia itu, sebaiknya kenali lebih dalam tentang profil perusahaan, kinerja, serta caranya menghadapi kondisi menantang.
Kilas balik ke 2020, Cinema XXI tiba-tiba harus menghentikan operasional bioskop secara sementara selama 9 bulan. Berlanjut lagi pada 2021, yang mana perusahaan harus kembali menutup sementara bioskop selama 2,5 bulan. Waktu itu, Direktur Utama Cinema XXI, Hans Gunadi bahkan sampai mempertanyakan: bagaimana keberlangsungan hidup dari perusahaan ini?
“Sampai kapan kondisi ini akan berlangsung? Jika terus berada dalam kondisi seperti ini, bagaimana keberlangsungan hidup perusahaan ini?” Kata Hans Gunadi di sesi wawancara khusus dengan Fortune Indonesia pada Mei 2022 lalu.
Akan tetapi, ia dan tim Cinema XXI bisa melalui krisis tersebut dengan baik. Efisiensi biaya dilakukan, tapi tanpa mengorbankan kru lapangan. Remunerasi direksi dan komisaris ditiadakan mulai Maret 2020 sampai situasi normal kembali. Negosiasi dengan partner soal biaya sewa juga dilaksanakan. Pada 2020, Cinema XXI berhasil menekan beban dan biaya operasi menjadi Rp1,87 triliun, dari Rp5,20 triliun pada 2019. Di 2021, pengeluaran perusahaan juga hanya sebesar Rp1,63 triliun.
Dan, di tengah krisis itu, Cinema XXI mencari peluang bisnis baru. Termasuk penyewaan studio bioskop, penjualan makanan dan minuman lewat aplikasi M-Tix, serta memberikan promo taktikal. Saat ini, kegiatan usaha Cinema XXI pun terbagi menjadi: bioskop, makanan dan minuman (F&B), iklan, platform digital, serta acara dan pendapatan lainnya.
Hasilnya, pendapatan Cinema XXI kembali pulih pada 2022 menjadi Rp4,40 triliun, dari Rp1,21 triliun (2020) dan Rp1,28 triliun (2021). Meskipun belum menyamai level prapandemi, yakni Rp6,89 triliun pada 2019, Cinema XXI sudah kembali mencetak laba sebesar Rp504,53 miliar. Pada 2020 dan 2021, perusahaan merugi, dengan nilai masing-masing Rp578,87 miliar dan Rp365,80 miliar.
Peran penting ekspansi dan rencana ke depan
Berhasilnya Cinema XXI bangkit dari penurunan bisnis akibat pandemi tak lepas dari strategi bisnisnya. Yang paling utama, itu berkat ekspansi layar. Hingga 31 Desember 2022, Cinema XXI telah memiliki dan mengoperasikan 225 bioskop dengan total 1.216 layar yang tersebar di 55 kota secara nasional. Secara strategis, bioskop-bioskop itu terbagi menjadi 3 tingkat, yang dikelompokkan berdasarkan paritas daya beli tiap kota. Mayoritas bioskop pun berlokasi di pusat belanja, dengan lalu lintas pengunjung yang tinggi.
Menurut Euromonitor, Cinema XXI merupakan jaringan bioskop terbesar di Indonesia dari segi gross box office, jumlah penonton, dan total layar, dengan pangsa pasar masing-masing 69,7 persen, 68,8 persen, dan 57,7 persen per akhir 2021.
Jaringan bioskop yang lahir sejak akhir 1980-an itu pun masih akan terus menambah jaringan bioskopnya. Dari total dana Rp2,40 triliun yang akan dihimpun dari IPO, Cinema XXI akan menggunakan 65,00 persen untuk pengembangan dan ekspansi jejaring bioskop. Baik lewat pembangunan bioskop dan atau teater baru demi meningkatkan jumlah layar. Serta membeli alat proyeksi gambar dan suara berteknologi mutakhir, ditambah peralatan lain yang dibutuhkan dalam pembangunan.
Lalu, 20,00 persen dana akan dipakai untuk membayar lebih awal sebagian pokok utang kepada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, yang mana per 12 Mei 2023 total pokok pinjaman mencapai Rp1,39 triliun. Sehingga saldo kewajiban perseroan setelah pembayaran akan menjadi Rp917,10 miliar.
Sementara itu, 15,00 persen sisa dana IPO akan digunakan sebagai modal kerja, termasuk–tapi tak terbatas–untuk membeli barang dan jasa guna menyokong kegiatan usaha perseroan.
Adapun, total aset Cinema XXI per akhir 2022 adalah Rp6,75 triliun, dengan liabilitas Rp4,10 triliun. Sehingga jumlah ekuitasnya adalah Rp2,65 triliun.
Lewat IPO, Cinema XXI menawarkan maksimal 8,33 miliar saham biasa dengan nilai nominal Rp8 per saham, mewakili maksimal 10 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Periode penawaran awal berlangsung mulai Senin (10/7) sampai Jumat (14/7) dengan kisaran harga penawaran Rp270 sampai Rp288.