IPO di Nasdaq, Truecaller Bidik Indonesia Jadi Pasar Utama
Indonesia hadapi ancaman spam terbesar ke-6 di dunia.
Jakarta, FORTUNE - Setelah 12 tahun menawarkan solusi pendeteksi panggilan dan pesan singkat spam, akhirnya Truecaller resmi melantai di bursa Nasdaq Stockholm. Bukan hanya itu, perusahaan juga mencatatkan ratusan juta pengguna aktif secara global.
Aplikasi berbasis di Swedia itu memungkinkan Anda berkomunikasi dengan aman dan efisien lewat layanan identifikasi penelpon, deteksi spam, serta solusi komunikasi lain. Bukan hanya untuk 280 juta pengguna individu, melainkan juga 500 klien korporasi.
“Hari ini (Selasa, 12/10) menandai tonggak bersejarah bagi Truecaller,” ujar CEO Truecaller, Alan Mamedi, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (15/10). “Nami dan saya berharap dapat melanjutkan momentum perjalanan pertumbuhan Truecaller bersama dengan pemegang saham lama dan baru,” imbuhnya.
1. Harga IPO Truecaller
Ketika melantai di bursa, Truecaller menawarkan saham seharga 60 Krona Swedia (sekitar Rp97.631) per lembar. Berdasar keterangan resmi perusahaan, harga tersebut meningkat 15,4 persen sehingga kapitalisasinya menyentuh US$2,5 miliar (lebih dari Rp35 triliun).
Lewat sesi IPO itu, Truecaller menjajakan 53.414.532 saham Kelas B, 19.230.770 di antaranya merupakan saham Kelas B yang baru terbit dan 34.183.762 lainnya khusus bagi pemegang saham lama, antara lain para pendiri Alan Mamedi dan Nami Zarringhalam, Sequoia Capital India, Atomico, dan Kleiner Perkins.
2. Capaian Truecaller
Berdiri sejak 2009, Truecaller kabarnya telah membekukan miliaran panggilan spam. Menurut laporan perusahaan Year in Calling, platform itu sukses mengidentifikasi dan memblokir 31,3 miliar panggilan spam secara global.
Mengacu pada data lembaga analisis performa aplikasi seluler—AppAnnie—Truecaller berhasil masuk ke peringkat tiga teratas dalam daftar aplikasi komunikasi terbaik di Mesir dan Israel. Aplikasinya juga masuk ke peringkat 10 besar di 20 negara, seperti Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan, dan Nigeria.
3. Bidik Indonesia sebagai Pasar Utama
Sebagai korporasi, Truecaller membidik Indonesia sebagai pasar utama di kawasan Asia Tenggara. Mengapa demikian? Berdasar atas riset Truecaller, Indonesia berisiko digulung oleh gelombang panggilan spam. “Indonesia menghadapi ancaman spam terbesar keenam di dunia,” tulis perusahaan.
Apalagi, penipuan di ruang maya menjadi marak dewasa ini. Contoh, kerugian akibat penipuan daring atau fraud di Amerika Serikat (AS) diestimasikan mencapai US$30 miliar per tahun dan diperkirakan bakal terus berlipat ganda.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, setidaknya 5.000 tindakan penipuan atau fraud dilaporkan setiap pekan. Sejak Maret 2020, pengaduan yang masuk hampir berjumlah 200.000.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kerugian terkait kecurangan di tengah digitalisasi adalah Rp4,62 triliun. Pendorongnya? Tentu ancaman dan modus transaksi elektronik yang terus berkembang secara masif.