Jakarta, FORTUNE – Asian Development Bank (ADB) merevisi beberapa proyeksinya pada pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2022 dan 2023. Hal ini juga terkait dengan pembaruan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk wilayah Asia Pasifik, yang dipengaruhi berbagai situasi global, seperti inflasi, konflik Rusia-Ukraina, hingga pemulihan dari pandemi Covid-19.
Ekonom Senior ADB untuk Indonesia, Henry Ma, mengatakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun ini direvisi naik menjadi 5,4 persen dari proyeksi yang sebelumnya diungkapkan pada Juli lalu sebesar 5,2 persen.
Menurutnya, beberapa aspek yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun ini di antaranya konsumsi masyarakat, investasi, ekspor, hingga kunjungan wisatawan.
“Permintaan domestik akan tetap kuat sepanjang tahun ini, meskipun inflasi lebih tinggi. Demikian juga permintaan eksternal,” ujar Henry dalam Asian Development Outlook 2022 Update, Rabu (21/9).
Henry mengatakan, ADB menaikkan proyeksi ini dengan melihat sejumlah penguatan di sisa tahun 2022. Apalagi, pada semester I 2022 ekonomi Indonesia cukup solid dengan catatan pertumbuhan mencapai 5,23 persen.
“Dengan semua asumsi yang agak konservatif itu, kami masih mengharapkan pertumbuhan sekitar 5,4 persen tahun ini,” ujarnya.
ADB turunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2023
Meski proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 dinaikkan, namun ADB melakukan hal sebaliknya pada proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023. “Kami menurunkan proyeksi pertumbuhan tahun depan, bukan 5,2 persen. Kami sekarang memproyeksikan 5 persen untuk tahun depan,” kata Henry.
Menurutnya, penurunan proyeksi ini dilakukan akibat adanya normalisasi, baik dari sisi konsumsi dan ekspor, sehingga pertumbuhannya tidak akan setinggi pada 2022. “Konsoslidasi fiskal berlanjut dan ekspor melambat dari rekor ekspansi tahun ini (2022),” ujar Henry.
Kondisi ekonomi global pada 2023, menurutnya akan diwarnai oleh ketidakpastian yang membuat Indonesia harus mewaspadai lingkungan makroekonomi global yang jadi kurang ramah. Hal ini berdampak pada investasi yang tidak terlalu kuat, mengingat kehati-hatian para investor dalam menanamkan modal.
Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik
Secara global, ADB sudah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik menjadi 4,3 persen pada 2022. Selain itu, pembaruan Asian Development Outlook 2022 pun memproyeksikan ekonomi kawasan tumbuh 4,9 persen pada 2023, padahal proyeksi pada April lalu menunjuk angka 5,3 persen.
Laporan ADB Outlook menyebutkan bahwa belanja konsumen dan investasi domestik mendorong pertumbuhan akibat pemulihan dari pandemi, apalagi vaksinasi semakin terdorong dan kematian akibat Covid-19 makin menurun. Namun, ketidakpastian global tetap jadi tantangan di sisa tahun 2022 dan sepanjang 2023.
Konflik Rusia-Ukraina belum usai, pasokan ekspor impor pun terganggu bakal menghadirkan krisis energi dan krisis pangan yang membahayakan sebagian masyarakat dunia.
Sementara itu, pengetatatan moneter yang lebih agresif oleh Federal Reserve Amerika Serikat dan bank Sentra Eropa melemahkan permintaan global dan mengguncang pasar keuangan.
ADB pun menaikkan perkiraan inflasi untuk 2022 jadi 4,5 persen dari proyesi sebelumnya di 3,7 persen. Kemudian, untuk 2023, inflasi pun diperkirakan mencapai 4,0, naik dari perliraan sebelumnya, yakni 3,1 persen.
Kepala Ekonom ADB, Albert Park, mendesak para pemimpin negara berkembang di Asia untuk mewaspadai berbagai tantangan yang bisa terjadi dengan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menahan inflasi tanpa menggagalkan pertumbuhan ekonomi. “Negara-negara berkembang Asia terus pulih, tetapi risiko tampak besar,” katanya.