Jakarta, FORTUNE – Pengamat ekonomi energi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan tawaran kerja sama energi nuklir Rusia kepada Indonesia layak diterima. Ini akan membawa dampak positif bagi industri pembangkit listrik dengan energi bersih.
Salah satu perusahaan yang digadang dalam kerja sama itu adalah Rosatom State Corporation–perusahaan nuklir Rusia. “Berdasarkan pengalaman, kompetensi, dan keandalan teknologi yang dimiliki Rosatom, tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia ini layak diterima,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Senin (4/7).
Menurut Fahmy, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menggunakan reactor nuklir dengan uranium sebagai bahan utama yang hasilkan listrik. Energi yang digunakan pun tergolong energi bersih dan dapat diperbaharui.
Dengan demikian, PLTN dapat melengkapi kelemahan Pembangkit Listrik tenaga Surya (PLTS) maupun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang tida dapat memberi pasokan listrik penuh sepanjang waktu, karena ketergantungannya pada faktor alam.
Kebijakan energi nasional harus diubah dulu
Meski demikian, dia menilai Kebijakan Energi Nasional (KEN) perlu diubah terlebih dulu sebelum kerja sama teralisasi. Pasalnya, selama ini tenaga nuklir masih belum menjadi prioritas dan ditempatkan sebagai pilihan alternatif terakhir untuk energi baru terbarukan (EBT).
“Harus diubah supaya PLTN jadi energi prioritas. Pemerintah juga harus memikirkan kampanye public dalam rangka meningkatkan penerimaan masyarakat pada penggunaan PLTN di Indonesia,” kata Fahmy.
Keamanan dan kemutakhiran teknologi harus diperhatikan
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan bahwa Indonesia punya bahan baku yang dibutuhkan dalam pengembangan PLTN dan permintaan listrik di masa depan. Namun, ia juga menekankan bahwa faktor keamanan dan kemutakhiran teknologi yang digunakan harus menjadi perhatian penting.
Menurutnya, tawaran serupa juga banyak dapat dari negara lain di luar Rusia. “Kami lihat nanti, mana yang kompetitif dan reliable. Kebutuhan untuk nuklir baru akan dimulai tahun 2040, berdasarkan peta jalan energi yang telah kami susun,” ucapnya.
Penawaran kerja sama dari Putin
Dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Rusia, Kamis (30/6), Putin mengharapkan negosiasi yang bermanfaat mengenai rancangan perjanjian zona perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) pada akhir tahun. “Kami sangat mementingkan penciptaan zona perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia,” katanya.
Putin pun menanggapi, bahwa banyak perusahaan Rusia, khususnya di sektor energi, yang beroperasi di Indonesia. “Rosatom State Corporation–perusahaan nuklir Rusia–memiliki pengalaman unik, berkompeten, dengan teknologi yang tidak dimiliki negara lain, siap untuk berpartisipasi dalam proyek bersama, termasuk yang terkait dengan penggunaan teknologi nuklir non-energi, misalnya, untuk kedokteran dan bidang pertanian," tuturnya.