Jakarta, FORTUNE – Konflik Israel dan Hamas kian memanas, bahkan mengorbankan banyak nilai kemanusiaan. Seruan untuk memboikot Israel dan sejumlah merek produk asal negara itupun miliki terus menggema, sebagai salah satu bentuk dukungan bagi Palestina yang terstruktur misalnya melalui Boycott, Divestment, Sanctions (BDS).
Mengutip laman BDSMovement, BDS adalah sebuah gerakan tanpa kekerasan untuk kebebasan, keadilan, dan kesetaraan yang dilakukan oleh warga Palestina. Secara umum, BDS menjunjung tinggi prinsip sederhana, yakni bahwa warga Palestina memiliki hak yang sama seperti umat manusia lainnya.
BDS terinspirasi dan menginspirasi banyak perlawanan rakyat Palestina selama beberapa dekade belakangan. Bahkan, BDS juga mengakui bahwa mereka juga terinpirasi oleh berbagai gerakan perjuangan di seluruh dunia, seperti anti-apartheid di Afrika Selatan, gerakan Hak-Hak Sipil AS, dan banyak lainnya. Untuk lebih memahami BDS, berikut ini Fortune Indonesia akan mengulasnya secara lebih mendalam.
Tujuan
Dalam gerakannya, BDS banyak melakukan kampanye tanpa kekerasan yang bertujuan untuk mendelegitimasi dan menekan Israel, melalui isolasi diplomatik, keuangan, profesional, akademik dan budaya terhadap Israel, individu Israel, lembaga-lembaga Israel.
Hal ini menginspirasi warga Palestina dan pendukung hak-hak Palestina di seluruh dunia untuk mengungkapkan kebenaran kepada pihak yang berkuasa, untuk menantang struktur kekuasaan yang hegemonik dan rasis, serta menegaskan bahwa hak-hak Palestina harus dihormati dan dilaksanakan.
Gerakan BDS menegaskan bahwa kebijakan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat, dan bahkan beberapa di Jalur Hijau, serupa dengan kebijakan apartheid di Afrika Selatan. Oleh sebab itu, aksi boikot dan isolasi yang sama seperti halnya di Afrika Selatan, perlu digunakan untuk memaksa Israel mengubah kebijakannya terhadap Palestina.
Boikot, divestasi, dan sanksi
Kampanye BDS sering kali berfokus pada seruan boikot yang melibatkan penarikan dukungan terhadap produk, profesional, dan asosiasi profesional Israel. Sementara, tuntutan divestasi juga dilakukan untuk mendesak bank, dewan lokal, gereja, dana pensiun dan universitas dalam menarik investasi dari Israel dan semua perusahaan Israel.
Adapun, kampanye sanksi dilakukan untuk menekan pemerintah agar memenuhi kewajiban hukum mereka dalam mengakhiri praktek apartheid Israel, bukannya membantu atau memeliharanya.
Beberapa hal yang mereka tekankan soal ini, antara lain memaksa pemerintah di negara-negara dunia untuk melarang bisnis di pemukiman ilegal Israel, mengakhiri perdagangan militer dan perjanjian perdagangan bebas, serta menangguhkan keanggotaan Israel di forum internasional seperti badan-badan PBB atau FIFA.
Tiga tuntutan
Dalam melakukan aksinya, BDS memiliki tiga tuntutan besar yang selalu diserukan, yakni:
- Mengakhiri pendudukan dan kolonisasi seluruh tanah Arab dan membongkar Tembok Hukum internasional dengan mengakui Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, Gaza dan Dataran Tinggi Golan Suriah sebagai wilayah yang diduduki Israel.
- Mengakui hak-hak dasar warga negara Arab-Palestina di Israel atas kesetaraan penuh.
- Menghormati, melindungi dan memajukan hak pengungsi Palestina untuk kembali ke rumah dan harta bendanya sebagaimana diatur dalam Resolusi PBB.
Pencapaian
Sejumlah pencapaian pun berhasil dilakukan oleh BDS, seperti menjadi faktor utama di balik penurunan investasi asing langsung (FDI) di Israel sebesar 46 persen pada 2014. Studi yang dilakukan Rand Corporation memperkirakan BDS dapat mengurangi PDB Israel dari 1-2 persen setiap tahunnya, selama 10 tahun ke depan. Sementara laporan Bank Dunia mengungkapkan bahwa ekspor Israel ke perekonomian Palestina turun 24 persen pada kuartal pertama 2015.
Karena kampanye yang dilakukan BDS, sebuah perusahaan multinasional asal Prancis, Veolia menarik diri sepenuhnya dari Israel akibat isu kolonisasi. Selanjutnya, perusahaan-perusahaan internasional besar termasuk Orange, G4S dan Unilever telah mengumumkan langkah-langkah untuk mengakhiri partisipasi mereka dalam kejahatan Israel.
Asosiasi akademis dan perkumpulan mahasiswa, terutama di Amerika Serikat, Kanada, Afrika Selatan, dan Inggris, kini banyak yang mendukung BDS. Bahkan, sejumlah gereja melakukan divestasi dari perusahaan yang terlibat dalam pendudukan Israel.