Jakarta, FORTUNE - Kamar Dagang Amerika di Indonesia (AmCham Indonesia), mengungkapkan, sepanjang 2014-2023, perusahaan swasta asal Amerika Serikat (AS) sudah memberikan Dampak Ekonomi kepada Indonesia sebesar US$130 miliar atau sekitar Rp2,06 kuadriliun (kurs Rp15.961,15/US$).
Duta Besar AS untuk Indonesia, Kamala Shirin Lakhdhir, mengatakan dampak ekonomi ini bukan hanya didapat dari investasi langsung, namun juga berupa alih teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan inovasi.
“Perusahaan-perusahaan AS tidak hanya mendatangkan modal. Mereka mempekerjakan pekerja lokal, beroperasi secara transparan, menghormati hukum, dan menciptakan peluang untuk inovasi, pelatihan, dan ketangguhan,” ujar Kamala dalam keterangan resmi yang diterima Fortune Indonesia, Kamis (28/11).
Kamala juga mengungkapkan, nilai investasi langsung yang digelontorkan perusahaan-perusahaan AS sejak 2014-2023 mencapai US$67 miliar atau Rp1,06 kuadriliun, menurut laporan ‘Investasi AS: Mitra Inovasi bagi Indonesia’, yang dikerjakan AmCham Indonesia bersama EY Indonesia, dengan pendanaan dari USAID.
“Visi Indonesia untuk ‘Indonesia Emas 2045’ ambisius. Amerika Serikat berkomitmen menjadi mitra utama untuk mencapai visi tersebut. Hubungan kita kuat dan bersama kita bangun landasan untuk mendapatkan peluang ekonomi baru, menggerakkan inovasi, dan menyelesaikan masalah global bersama,” kata Kamala.
Fokus AS di Indonesia
Kamala juga menguraikan sejumlah upaya yang sudah dilakukan pemerintah dan dunia usaha AS dalam kerja sama dengan Indonesia. Sejumlah sektor mendapat sorotan utama seiring dengan potensi kolaborasi yang cukup besar untuk ditingkatkan lebih lanjut.
Pertama, bidang perdagangan dan ekonomi, di mana pada 2023, perdagangan AS-Indonesia mencapai puncak baru sebesar US$7 miliar hanya untuk pertanian saja. Hal ini juga akan diperluas lewat pertemuan Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) di tahun 2025. “Amerika Serikat juga mendukung bergabungnya Indonesia ke OECD,” katanya.
Hambatan seperti persyaratan konten lokal, pembatasan impor, dan proses regulasi yang rumit, tidak hanya memperlambat perdagangan dan investasi, tetapi juga membatasi kemampuan Indonesia untuk mencapai tujuan memperluas serta mendiversifikasi ekonomi dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia.
Kamala juga menyoroti soal pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), untuk ekonomi yang dinamis dan inklusif di Indonesia, seperti yang diupayakan melalui Indonesia Infrastructure and Finance Compact, senilai US$649 juta. “Kami percaya bahwa memberdayakan UKM sangat penting tidak hanya untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi juga untuk pertumbuhan yang inklusif,” ujarnya.
Transformasi digital dan transisi energi juga menjadi perhatian AS, mengingat kedua hal ini juga menjadi landasan penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang terkandung dalam visi dan misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Melalui lembaga seperti Badan Perdagangan dan Pembangunan AS (USTDA), kami bekerja sama dengan pemimpin teknologi Amerika untuk mendukung pengembangan infrastruktur digital Indonesia dan solusi kota pintar,” kata Kamala. “Amerika Serikat dan mitra internasional mengerahkan lebih dari US$21 miliar untuk mempromosikan proyek energi bersih di seluruh Indonesia.”
Terakhir, fokus AS pada Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya pada pendidikan, pengembangan tenaga kerja, dan literasi digital. “Salah satu contoh kolaborasi ini adalah kemitraan USAID dengan Amazon Web Services (AWS), yang melatih 60.000 siswa Indonesia dalam komputasi awan (cloud computing),” katanya.