Bahas Status Endemi, Menkes Siap Bertemu Dirjen WHO pada Mei 2023

Status endemi jangan sampai jadi tujuan.

Bahas Status Endemi, Menkes Siap Bertemu Dirjen WHO pada Mei 2023
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam keterangan pers, Rabu (22/2). (Tangkapan layar)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin akan bertemu dengan Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus Mei mendatang untuk membicarakan status endemi Covid-19 di Indonesia.

Budi menyampaikan, pembicaraan nantinya akan membahas apakah penetapan status endemi–di Indonesia–sudah tepat, termasuk waktu dan prosesnya. “Karena bagaimanapun, pandemi ini kan pandemi dunia, akan akan lebih baik kalau kita koordinasi dengan negara-negara di dunia," ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (22/2).

Pada level bawah, Menteri Budi menyampaikan bahwa ada kemungkinan penetapan status endemi akan diserahkan kepada pemerintah masing-masing, mengingat WHO merasa sungkan untuk mengatur negara-negara di dunia.

Diselaraskan dengan negara lain

Ilustrasi endemi. (Pixabay/geralt)

Kendati demikian, status endemi nantinya tetap harus diselaraskan dengan dengan negara-negara lain di dunia. Sebelumnya, Budi pernah mengungkapkan status pandemi bersifat global dan ditetapkan oleh WHO, sehingga untuk menetapkan status endemi, semua negara harus menyamakan status tersebut secara serentak.

"Sudah ada dua negara yang berencana mengubah dari pandemi ke endemi, yaitu Jepang dan Amerika Serikat. Perkiraannya itu di sekitar Mei atau Juni," katanya.

Endemi jangan jadi tujuan

Ilustrasi terbebas dari Covid-19. (ShutterStock/Eldar Nurkovic)

 Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengingatkan bahwa saat ini status endemi jangan sampai jadi tujuan. “Endemi bukan berarti kasus Covid jadi tidak berbahaya. Seperti endemi malaria misalnya, tetap penyakit itu menimbulkan kematian, ada juga yang masuk ICU juga, walaupun tidak sebesar ketika masih berstatus pandemi,” katanya kepada Fortune Indonesia, Selasa (22/2).

Endemi juga menurutnya tidak bisa dianggap sebuah tanda keberhasilan, lantaran sebuah kondisi di mana negara atau dunia belum sukses mengatasi satu penyakit. Namun, ia juga menyadari bahwa pencabutan status pandemi menjadi endemi bisa mengurangi beban negara, karena status kedaruratan kesehatan di negara itu otomatis tercabut.

“Sebetulnya peluang dunia mencabut status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), dalam hal ini Dirjen WHO, pada akhir April nanti cukup besar. Hal ini dikarenakan tren dan indikatornya semakin menguatkan, termasuk kekuatiran di Cina,” ujarnya. “Ini menujukkan vaksin dan strategi kesehatan di masyarakat berjalan efektif.”

Related Topics

EndemiMenkesWHO

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya