Jakarta, FORTUNE – Banjir besar tengah melanda Brasil bagian selatan. Banjiritu ditengarai akibat Perubahan Iklim dari fenomena iklim El Nino yang menghangatkan permukaan air di wilayah Pasifik Khatulistiwa.
Koordinator kebijakan publik di Climate Observatory–jaringan kelompok lingkungan dan sosial–Suely Araújo, mengatakan El Niño secara historis menyebabkan kekeringan di wilayah utara Brasil dan curah hujan tinggi di wilayah selatan. “Tragedi-tragedi ini akan terus terjadi, semakin buruk dan semakin sering terjadi,” katanya seperti dikutip dari APNews, Senin (6/5).
Menurutnya, dampak El Nino pada tahun ini sangat dramatis, seperti kekeringan yang terjadi di Amazon, di sampung banjir besar sedang berlangsung. Akibat cuaca ekstrem yang makin sering terjadi, Brasil perlu menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim dalam bentuk adaptasi.
Seperti diketahui, banjir besar yang disebabkan hujan lebat selama tujuh hari belakangan ini merupakan bencana lingkungan keempat yang terjadi di negara bagian tersebut dalam satu tahun, menyusul banjir pada bulan Juli, September, dan November 2023 yang menewaskan 75 orang.
Dampak yang besar
Mengutip AP, Banjir besar terjadi di negara bagian Rio Grande do Sul di bagian selatan Brasil. Bencana ini sudah menewaskan sedikitnya 75 orang selama tujuh hari terakhir, sementara 103 orang lainnya dilaporkan hilang oleh pemerintah setempat. Selain itu, 155 orang terluka, dan kerusakan sementara akibat hujan menyebabkan lebih dari 88.000 orang terpaksa mengungsi.
Dalam kunjungannya ke area bencana, Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, mengatakan bahwa kejadian ini menunjukkan ketertinggalan pemerintah memitigasi berbagai bencana yang mungkin terjadi di negara tersebut. “Kita harus berhenti ketinggalan bencana. Kita perlu melihat terlebih dahulu bencana apa yang mungkin terjadi dan kita perlu berupaya,” ujarnya, Minggu (5/5).
Banjir ini, meninggalkan dampak kerusakan seperti tanah longsor, jembatan runtuh, hingga jalan rusak di negara bagian itu. Pemadaman listrik dan komunikasi pun terjadi, bahkan lebih dari 800.000 orang terpaksa hidup tanpa pasokan air akibat kondisi air berlumpur yang tidak layak konsumsi.
Ketinggian sungai Guaiba mencapai rekor tertinggi 5,33 meter pada Minggu pagi pukul 8 pagi waktu setempat, melampaui tingkat yang terlihat pada banjir bersejarah tahun 1941, ketika ketinggian sungai mencapai 4,76 meter.
“Saya ulangi dan tegaskan: kehancuran yang kita alami belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Gubernur negara bagian, Eduardo Leite.