Jakarta, FORTUNE – Beras premium mengalami kelangkaan di sejumlah Gerai Ritel modern di Jakarta. Hal ini menimbulkan sejumlah kekhwatiran di tengah masyarakat.
Berdasarkan pantauan Fortune Indonesia, beras premium di sejumlah gerai ritel modern di sejumlah kawasan di Jakarta, seperti Cibubur, Mampang, hingga Kuningan, saat ini banyak yang tidak tersedia. Begitu pun, di wilayah Bogor, Jawa Barat beberapa gerai ritel yang kami datangi terpantau tidak menjual beras premium kemasan.
Ani, salah satu kasir di gerai ritel modern di kawasan Mampang mengatakan bahwa kelangkaan ini sudah terjadi sejak dua hari lalu. “Tidak tau mas, belum dikirim-kirim dari gudang pusat. Mungkin karena harga-harga lagi pada naik,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Senin (12/2).
Meski begitu, Ani mengaku sebelum kekosongan stok di gerai ritel, tokonya tidak memberlakukan pembatasan pembelian. Terakhir, beras karung ukuran 5 kilogram di tokonya masih dijual seharga Rp69.500.
Kekosongan beras ini menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Opin, salah seorang pelanggan di gerai ritel modern, mengaku kesulitan membeli beras di gerai ritel modern dan terpaksa membeli eceran dengan harga di kisaran Rp14.000 – Rp16.000 per liter di gerai tradisional.
“Takutnya ini nanti berasnya makin naik lagi. Saya inginnya langsung stok banyak, tapi kalau di warung kan jatuhnya jadi mahal,” katanya.
Opin juga pernah mencoba untuk membeli secara online. Melalui platform quickcommerce misalnya, harga beras premium per karung 5 kilogram kini terpantau di angka sekitar Rp69.500 – Rp109.000, tergantung jenis dan merek. Namun, pembelian secara online dibatasi hanya dua karung beras 5 kg saja untuk satu brand di satu kali pembelian.
Sementara, salah satu pedagang eceran di kawasan Tanjung Barat, Uda mengaku harga beras dijual sudah naik sampai tiga kali dalam waktu dua minggu terakhir. “Dari Rp9.000 per liter, sekarang ini Rp13.500 per liter (beras medium),” katanya.
Meski harga beras terus naik, Uda mengatakan belum mengalami kekurangan stok. Salah satu strategi yang ia lakukan adalah membeli beras dengan bertahap dan tidak langsung dalam jumlah besar.
“Ini harganya masih belum stabil, ya kita pedagang paling bisa lakukan ini (beli bertahap), pembeli juga udah mulai pada ngeluh. Susah juga tekan harganya,” ujarnya kepada Fortune Indonesia (12/2).
Simpang siur
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Sekjen DPP IKAPI), Reynaldi Sarijowan, mendapati harga beras medium terkerek di Rp13.500 per kg, sedangkan beras premium sudah menyentuh Rp18.500 per kg.
Menurutnya, hal ini terjadi karena beberapa faktor. Pertama, pemerintah tak serius dalam pengelolaan beras sejak musim tanam 2022 hingga kini, sehingga produktivitas beras simpang siur. “Kedua, kami mendorong agar sinkronisasi data antara beras yang di sebarkan di masyarakat di gunakan untuk bansos dan yang disebarkan untuk pedagang pasar itu penting untuk keberlangsungan pasar agar harga dipasar tidak tinggi,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Fortune Indonesia, Senin (12/2).
Pemerintah menurutnya harus berhati-hati dengan lonjakan harga beras dan mulai kelangkaan beras di pasar tradisional. “Ini penting karena ini momen politik, musim pemilu sehingga banyak beras yang di ambil diluar pasar tradisional atau produsen besar,” katanya.
Relaksasi
Pada kesempatan berbeda, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Roy N. Mandey, mendorong pemerintah untuk merelaksasi atau mendeskresikan sementara Harga Eceran Tertinggi (HET), Harga Acuan, serta aturan main (role play) atas komoditi bahan pokok dan penting, seperti beras, gula, minyak goreng.
“Relaksasi HET dan aturan main ini dimaksudkan agar peritel dapat membeli bahan pokok dan penting tersebut dari para produsen yang sudah menaikan harga beli (tebus) bahan pokok dan penting diatas HET selama sepekan terakhir ini sebesar 20-35 persen dari harga sebelumnya,” kata Roy.
Menurutnya, gerai ritel saat ini mulai kesulitan mendapatkan pasokan beras tipe premium lokal dengan kemasan 5 kg, karena belum masuk masa panen, yang diperkirakan akan terjadi pada pertengahan bulan Maret 2024.
Hal itu bersamaan dengan belum masuknya beras tipe medium (SPHP) yang di impor Pemerintah. Situasi tidak seimbang antara pasokan dan permintaan ini mengakibatkan kenaikan HET beras pada pasar ritel modern dan pasar tradisional.
“Fakta nya saat ini kami tidak ada pilihan dan harus membeli beras dengan harga di atas HET dari para produsen atau pemasok beras lokal. Bagaimana mungkin kami menjualnya dengan HET? Siapa yang akan menanggung kerugiannya?” ujar Roy.